Semarang, NU Online
Tak seperti pesantren pada umumnya, Peringatan Tahun Baru 1 Muharam 1441 Hijriyah dengan khataman atau haflah. Di Pondok Pesantren Al-Uswah Gunungpati, Semarang, Jawa Tengah menggelar acara peringatan tahun baru dibarengkan dengan peringatan haul XV pendiri pesantren KHM Mukhlisin.
Acara yang digelar Ahad (1/9) bertempat di komplek Pesantren Al-Uswah Pakintelan, Gunungpati, Kota Semarang sudah dimulai sudah dimulai sejak Jumat (30/8) berziarah seluruh santri ke maqbarah.
Ketua Panitia Haul, Hamzah mengatakan, ada beberapa kegiatan pada peringatan haul tahun 2019 ini, yaki selain ziarah ke makam KH Mukhlisin, ada pembacaan Al-Qur'an, Sabtu (31/8) hingga puncak acara Ahad.
"Untuk mengisi peringatan haul, kami menghadirkan Ketua Jamiyatul Muballighin Kota Semarang KH Abdur Rohim Al-Muhsin untuk memberikan taushiyah," ujarnya.
Dikatakan, kegiatan pengajian dimulai 08.00 hingga selesai, dirinya berharap muslimin-muslimat, khususnya alumni dari pesantren Al-Uswah untuk hadir.
Almaghfullah KH Mukhlisin merupakan sosok penceramah yang aktif di akar rumput pada era 80an. Pada masa itu terdapat KH Bukhori Masruri (alm), KH Imron Abu Amar (alm), dan KH. Adzro'i yang menjadi mubaligh kondang Jawa Tengah pada masanya.
"Selain menjadi penceramah di kampung-kampung, abah juga memiliki rutinan selapanan di berbagai wilayah di Jawa Tengah bahkan, menjadi pemberi mauidhoh tetap di acara haul di beberapa pesantren," ujar putra sulung KH Toyyib Farkhani yang saat ini menjadi Pengasuh Pesantren Al-Uswah.
Mubalig Kota Semarang KH Budi Harjono mengatakan, KH Mukhlisin seorang orator ulung yang sangat dia kagumi karena kesederhanaan hidup dan kesederhanaan ungkapan-ungkapannya itu.
"KH Mukhlisin menjadi mubalig ternyata sejak masih di madrasah awaliyah Qudsiyah Kudus, sampai mendirikan Pesantren Al-Uswah di Gunungpati Kota Semarang Jawa Tengah hingga meninggal dunia," bebernya.
Dijelaskan, pada usia 57 tahun, H Mukhlisin menderita sakit gula dan dirawat di Rumah Sakit Sultan Agung Semarang hingga wafat.
"Gurunya, KH Sya'roni Kudus berkesempatan menjenguknya di Sultan Agung itu dan berdoa agar beliau cepat sembuh. Apa yang terjadi? Setelah Simbah Kiai Sya'roni pamit pulang, baru sepuluh menit kemudian, istri Kiai Mukhlisin menelpon Simbah Kiai Sya'roni dengan menangis: Kiai, Abah sudah tiada. Kemudian Simbah Kiai Sya'roni menjawab lembut: ohh, kalau begitu Mukhlisin sudah 'sembuh' beneran, beres sudah," ungkap Kiai Budi Harjono yang juga Alumni Fakultas Dakwah IAIN Wali Songo (sekarang UIN) ini.
Dijelaskan, Ketika Kiai Sya'roni memberikan sambutan dan mengatakan, Kiai Mukhlisin disebut waladun mubarak (anak yang diberkahi) karena sejak dia masih di Pesantren Qudsiyah kelas awaliyah dia sudah melayani umat untuk berbicara dalam urusan agama, makanya kematian dia ini sebagai istirahatnya.
"Cinta telah dia tunaikan dengan penuh kesetiaan, yang namanya manusia itu tetap punya dosa dan kesalahan, makanya derita sakit yang dialaminya itu bagian dari pembersihan dari Allah SWT, dan dia menjadi khusnul khatimah," tegas Kiai Budi Harjono.
Kontributor: Mukhamad Zulfa
Editor: Muiz