Temanggung, NU Online
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI mengajak semua mahasiswa-mahasiswi Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Temanggung untuk melawan kartel. Sebab, kartel yang ada di Indonesia selama ini berkelomok dengan tujuan menetapkan harga, untuk membatasi suplai dan kompetisi yang merugikan banyak pihak. Monopoli perdagangan di Indonesia ini tidak cukup dilihat saja, namun harus diawasi dan dilaporkan kepada KPPU RI.
Demikian yang disampaikan Komisioner KPPU Saidah Sakwan saat Kuliah Umum Hukum Persaingan Usaha di Indonesia pada ratusan mahasiswa dan civitas akademika STAINU Temanggung, Rabu (25/4). Hadir jajaran Pembantu Ketua STAINU Temanggung, Kaprodi-Sekprodi, dosen, karyawan dan mahasiswa-mahasiswi dan sejumlah tamu undangan.
Kuliah yang bertempat di aula lantai 4 STAINU Temanggung ini disampaikan Komisioner KPPU Saidah Sakwan, yang menjelaskan tentang hukum dan polemik persaingan usaha yang ada di Indonesia di era sekarang ini. "Kartel merupakan problem yang begitu besar walaupun tidak terasa oleh msyarakat umum" katanya.
Sebuah problematika yang tidak dirasakan oleh umum namun imbas dari kejadian tersebut sangat besar. Itu merupakan salah satu persaingan dalam dunia usaha yang tidak fair competition. Dikarenakan memungut keuntungan kelompok yang imbasnya kepada rakyat," tegasanya dalam seminar tersebut.
Direktur Institute for Research and Community Development Studies (IRCOS) Jakarta ini juga menegaskan, bahwa berdirinya KPPU karena kebutuhan negara untuk mengawal persaingan usaha agar sehat. "Awal mula KPPU ini terbentuk pada tahun 1999 atas polemik yang ada saat era reformasi berkobar. Karena perekonomian saat itu sedang tidak stabil, sehingga dengan terbentuknya ini (KPPU) sebagai langkah pemerintah untuk menstabilkan perekonomian yang ada," beber perempuan kelahiran Demak tersebut.
Dilanjutkan, bahwa kompetisi usaha jangan sampai praktik monopoli akan tetapi untuk monopolinya boleh. "Semuanya ada batasan agar semuanya bisa seimbang seperti yang disampaikan di UU Nomor 5 Tahun 1999. Termasuk 6 unsur yang perlu diperhatikan mulai dari perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, posisi dominan, KPPU, penegakan hukum dan ketentuan lain-lain untuk terciptanya pengetahuan akan usaha dan dapat terciptanya persaingan yang sehat," ujar perempuan yang pernah bekerja sabagai Staf Khusus Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan pada tahun 2001 – 2003 tersebut.
Praktik monopoli, kata dia, merupakan pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan jasa maupun keduanya sehingga menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat serta memungkinkan kerugian terhadap kepentingan umum. "Oleh karena itu kenapa praktik dari monopoli itu dilarang," tandas mantan anggota DPR RI tersebut.
Hal tersebut, lanjut dia, menjadi problem yang ada sekarang ini. "Termasuk kejadian masalah kartu perdana disaat whatsapp masih belum merajalela dan sms masih mahal. Dari 6 operator mereka sepakat untuk harga /sms adalah Rp. 350. Secara realita kebiajakan pemerintah adalah Rp. 74. Bisa dibayangkan bahwa dalam sehari sudah mendapat keuntungan berapa dalam sekali klik sms terkirim bagi para pengguna," tegasnya dengan penuh semangat.
Disambungnya, bahwa hal tersebut juga merupakan hal yang tidak pantas dilakukan karena merupakan kartel dan kartel sendiri adalah salah satu tindakan yang bukan mencerminkan persaingan sehat.
Di akhir kuliah umum, ia mengajak dialog mahasiswa-mahasiswi STAINU Temanggung dan menyeru untuk melakukan usaha yang sehat, bersih dan sesuai aturan. Sebab, KPPU sangat membutuhkan peran mahasiswa dalam mengawasi sampai menindak pelanggaran usaha yang tidak sehat. (Wahyu Egi Widayat/Abdullah Alawi)