Tebuireng, NU Online
Mime Theatre mengadakan pementasan teater di Universitas Hasyim Asy’ari, Jum’at (07/10) bekerjasama dengan Teater Mbureng dan HMP PBSI Unhasy. Teater yang berasal dari Jogjakarta ini menampilkan teater dengan judul Energi Bangun Pagi Bahagia karya Andi SW yang juga menjadi salah satu aktor dari empat pemain teater tersebut.
Pertunjukan Mime Theatre kali ini digawangi oleh empat aktor termasuk Andi SW sebagai Bass, Dinarto Ayub Marandi sebagai Frank, Ahmad Ali Hasan sebagai Bob, Muhammad Anshori sebagai mahasiswa dan Jovanka Edwina Dameria Ametaprima sebagai pembaca puisi.
Dalam teater tersebut, Andre SW mengusung era reformasi yang menceritakan tentang kehidupan remaja pada zaman presiden Soeharto. Pemilik nama lengkap Andy Sri Wahyudi mengatakan isi teater yang dipentaskannya kali ini memang benar-benar dia alami pada sekitar tahun 1997 sampai sekitar awal tahun 2000an, di mana Andy muda melihat sendiri kejadian-kejadian yang sampai saat ini tidak mungkin ia lupa temasuk aksi demo para mahasiswa. Ditambah, pada tahun-tahun itu ia banyak kehilangan orang-orang terdekatnya.
Tidak hanya bercerita tentang suramnya era reformasi, teater yang dipentaskan kali ini juga diselingi dengan kisah-kisah klasik pada zaman itu. Tentang kehidupan sehari-harinya, kisah cintanya dan lika-liku menjadi pemuda yang harus bekerja. Akhir dari cerita ini tidak menunjukkan solusi atau sesuatu yang bisa menjawab pertanyaan tentang akhir dari era reformasi.
“Memang dibikin seperti itu, karena apa? Sejatinya, sampai sekarang semua juga belum terjawab. Seperti tidak ada akhirnya zaman reformasi itu,” tutur Andy SW ketika melakukan tanya jawab dengan penonton.
Lebih menarik lagi, teater tersebut melontarkan pertanyaan “Siapa presiden yang paling kalian sukai setelah reformasi?” sehingga cerita menjadi lebih lengkap karena tidak hanya zaman reformasi sebagai pokok cerita yang diangkat, namun juga opini setelah zaman reformasi. Pertanyaan “Siapa presiden yang paling kalian sukai setelah reformasi?” juga menjadi pertanyaan di benak banyak orang, termasuk adanya mitos munculnya Satrio Paniningit, yang diramalkan akan muncul saat Indonesia dalam keadaan kacau balau (ramalan Jangka Jayabaya).
Salah satu aktor teater, Ahmad Ali Hasan mengungkapkan, butuh waktu delapan bulan untuk dapat menjadi teater yang kemudian dipentaskan.
“Kita pemainnya ya banyak belajar juga dari mas Andy. Beliau yang benar-benar menyaksikan kejadian-kejadian zaman reformasi, sedang kan pada zaman itu kami masih menjadi anak-anak,” cerita pemeran Bob tersebut.
Pertunjukan terasa lebih syahdu dengan jeda-jeda puisi yang dibawakan oleh Jovanka Edwina Dameria Ametaprima dan iringan musik yang dikonsep oleh Oscar Artunes serta setting properti dan penataan lampu yang pas oleh Yudhi Becak dan Yanuar Edi Bentrang.
Pementasan teater oleh Mime Theater tersebut menjadi oase di Unhasy, setelah beberapa kali sepi pementasan teater. Dosen PBSI Unhasy menyambut baik pementasan tersebut.
“Pementasan tersebut sangat baik untuk mahasiswa Unhasy yang suka berkesenian. Selain itu, untuk meningkatkan kerjasama yang baik dengan seniman-seniman di luar Unhasy,” ungkap Agus Sulton, Dosen PBSI (Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia) Unhasy. Ke depan rencananya akan diselenggarakan kegiatan serupa.
Usai pementasan di Unhasy, Mime Teater pentas di Aula Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Utara Sub Terminal, Mojoagung Jombang pada hari Ahad (9/10), Workshop di Sanggar Tari Lung Ayu Sumbermulyo Jombang (08/10), dan Diskusi Buku Puisi karya Andi SW di Earung Boenga Ketjil Parimono Jombang. (Kalmiski/Robiah/Mukafi Niam)