Daerah

Menyibak Tradisi Imsak Masa Rasulullah

Selasa, 21 Mei 2019 | 00:30 WIB

Menyibak Tradisi Imsak Masa Rasulullah

Ustadz Yusuf Suharto di Kampus Ikhac, Mojokerto.

Mojokerto, NU Online
Sahur itu diperintahkan Rasulullah SAW karena di dalamnya ada keberkahan.  "Sahurlah kalian, karena sungguh dalam sahur itu ada keberkahan." Demikian Rasulullah dalam riwayat dari Anas Ibn Malik.

Masyarakat Muslim di Nusantara mempunyai tradisi imsak dalam berpuasa. "Imsak itu seperti lampu warna kuning. Itu peringatan bahwa akan berakhir waktunya sahur. Tapi bukan berarti bahwa saat imsak mutlak diharamkan makan minum,” kata Ustadz Yusuf Suharto, Senin (20/5).

Justru dengan imsak, orang bisa memperkirakan pada menit berapa ia menghentikan makan minum sebelum terbitnya fajar Shadiq atau waktu shubuh.

Penjelasan ini disampaikan Ustadz Yusuf Suharto pada program Bubur Kacang (Ngabuburit Kajian Cari Ngilmu) dengan tema Puasa dalam Perspektif Aswaja yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam, Institut Pesantren KH Abdul Chalim (Ikhac) Pacet, Mojokerto, Jawa Timur. 

Menurut Pengurus Wilayah Aswaja NU Center Jatim ini, kalau ditelusuri bahwa tradisi imsak adalah hadits shahih dari Rasulullah. “Yakni membuat tempo sekitar lima puluh ayat sebelum munculnya fajar Shadiq,” jelasnya.

Pada kegiatan yang berlangsung di aula kampus setempat tersebut, Ustadz Yusuf Suharto mengemukakan bahwa para sahabat menjelaskan pernah sahur bersama Nabi Muhammad kemudian shalat subuh. Kemudian ditanya, berapa jeda waktu antara adzan subuh dengan sahur. “Sahabat Zaid menjawab, kira-kira rentang waktu membaca 50 ayat,” urai dosen Aswaja di Ikhac ini.

Hal ini kemudian disimpulkan oleh sejumlah ahli bahwa lima puluh ayat itu sekitar sepuluh menit. “Karena itulah imsak adalah sepuluh menit sebelum shubuh,” ungkap kandidat doktor di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang tersebut.

Pada kegiatan buka bersama yang diikuti para mahasiswa prodi PAI itu, dikaji pula kitab Bulughul Maram, himpunan Al-Hafidz Ibn Hajar Al Asqalani yakni dalam bab puasa.

“Peserta mengkaji kitab dengan cara diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan sedikit dengan disela memakai bahasa Jawa,” katanya. Namun yang lebih dominan dengan bahasa Indonesia karena mahasiwa bukan hanya dari Jawa tapi juga luar Jawa, misalnya Bali, Kalimantan, dan Sumatra. Bahkan ada beberapa mahasiswa yang berasal dari luar negeri, yakni Thailand, lanjutnya. 

Sedangkan Ketua Prodi PAI Ikhac, Ustadz Rahmat menyatakan bahwa ada agenda untuk kajian kitab setiap pekan. “Alhamdulillah sudah dimulai dengan acara buka bersama dengan kajian kitab. Kajian kitab bisa tiap pekan atau tiap bulan, atau tiap dua bulan atau tiap tiga bulan,” katanya.

Sementara itu Ketua Himaprodi PAI, Romdhoni menyatakan kegiatan ini juga untk sambung silaturahim antar angkatan. (Ibnu Nawawi)