Daerah

Monumen Tugu Garuda di Pamekasan, Saksi Bisu Perjuangan Laskar Hizbullah dan Sabilillah

Kamis, 19 Januari 2023 | 11:00 WIB

Monumen Tugu Garuda di Pamekasan, Saksi Bisu Perjuangan Laskar Hizbullah dan Sabilillah

Monumen Arek Lancor di Pamekasan, Jawa Timur. (Foto: NU Online/Firdausi)

Pamekasan, NU Online
Bila berkunjung ke Kabupaten Pamekasan, monumen Arek Lancor yang berada di jantung perkotaan menjadi pilihan masyarakat untuk mengabadikan gambar diri bersama keluarga. Di balik kemegahan alun-alun kota itu, terdapat monumen Tugu Garuda yang posisinya berada di depan masjid Agung Asy-Syuhada yang menjadi saksi bisu perjuangan para Laskar Hizbullah dan Sabilillah.


Tak heran, tugu yang kini menjadi taman, tertulis keterangan dalam batu prasasti. Berikut petikannya: Proklamasi, kami bangsa Indonesia, dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan djara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja. Djakarta, 17 Agustus 1945 atas nama bangsa Indonesia Soekarno-Hatta.


Penasaran seperti apa tentang monumen itu, NU Online mendatangi R Sonny Budiharto selaku tim ahli cagar budaya Pamekasan. Ia mengatakan, di bawah tugu tersebut terdapat kuburan massal para anggota laskar pascaperang melawan Belanda pada tanggal 16 Agustus 1945. Jenazah anggota laskar dikebumikan dalam satu lubang yang kini ditandai tigu burung garuda.


Diceritakan, serangan penjajah secara besar-besaran menewaskan puluhan laskar. Dari pihak laskar ada 85 orang dan dari kubu Belanda 65 orang. 


"Untuk korban Belanda, jenazahnya dibawa ke Surabaya menggunakan truk. Sedangkan korban dari laskar, dikuburkan massal di depan masjid," tuturnya Rabu (18/1/2023) di Museum Mandhilaras.


Lebih lanjut, monumen ini sebagai bukti pernuangan pribumi saat serangan Agresi Belanda ke-2 pada tanggal 11 Juli 1947. Sonny mengutarakan, di sinilah darah tumpah, perlawanan masyarakat selama 5 jam. Disebutkan, perlawanan itu terdiri dari kesatuan masyarakat dan dua kelompok besar.


1. Pasukan perjuangan resmi pemerintah yang terdiri dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan pasukan Polisi negara.

2. Pasukan Pejuang Sukarela

Dijelaskan oleh perintis museum Mandhilaras ini, pasukan ini merupakan pasukan pejuang yang berdiri sendiri dan tidak mempunyai ikatan dengan pasukan yang dibentuk pemerintah.


"Kelompok tersebut terdiri dari pasukan Hizbullah, Sabilillah, Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI), Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo), Ikatan Pemuda Indonesia (IPI), dan Palang Merah Indonesia (PMI). Inilah yang melatar belakangi dibangunnya monumen Arek Lancor sebagai maskot perjuangan rakyat Pamekasan oleh Bupati H Adiatoellah sekitar tahun 1985," terangnya.


Resolusi Iskandar
Sonny menjelaskan, diabadikannya Teks Resolusi Iskandar di museum umum Mandhilaras memberikan pengetahuan pada pengunjung bahwa pendahulunya benar-benar berjuang mempertahankan Tanah Air ini.


Ia menyatakan, difatwakannya resolusi ini karena Belanda menyerbu Madura dengan kekuatan besar. Ditambah resimen Djokotole kehabisan amunisi dan pembekalan akibat embargo Belanda.


Berdasarkan hasil rapat Dewan Pertahanan Madura (14/11/1947), lanjutnya, para ulama mengumandangkan jihad fi sabilillah pada masyarakat. 


"Di dalam teks resolusi tertulis jelas, perlawanan ini dilakukan karena NICA memiliki rencana membentuk negara Madura atas gagasan Van Mook dan politik devide et empera dilakukan dengan penangkapan para pejuang di Madura," tandasnya.


Berikut tokoh-tokoh Iskandar yang ditulis dalam sebuah resolusi 
1. KH Abdul Chamid (Mor Somber Palengaan, Pamekasan)
2. KH Rofi'i (Beranom Angsanah Palengaan, Pamekasan)
3. KH Moh Toha Ketua Sabil Larangan (Kadur, Sumber Gayam)
4. KH Montoha (K Cendana Kadur)
5. Kiai Krepe'/KH Abdul Hamid (Bangkes)
6. Kiai Zaini Mun'im dan KH Ma'sum (Bulai, Galis, Pamekasan)
7. Guru Merta Asmoro (Kota, Pamekasan)
8. H Moh Suri (Konag, Galis, Pamekasan)
9. KH Djauhari Chotib (Al-Amien Prenduan, Sumenep)
10. KH M Ilyas Syarqawi (Annuqayah Guluk-Guluk, Sumenep)
11. H Ali Wafa (Prenduan, Sumenep)
12. KH Abdul Adzim Moh Ening (Tlanakan, Pamekasan)
13. KH Abdul Hadi (Bangkalan dan anggota DPR Pusat)
14. KH Moh Cholil (Kwanyar, Bangkalan)
15. Ahmad Dasuki (Sabilillah dan pegawai Departemen Pertanian Keresidenan Madura).


Kontributor: Firdausi
Editor: Kendi Setiawan