Daerah

Pendidikan Pesantren Miliki Peran Penting untuk Bangsa

Selasa, 23 Mei 2017 | 08:51 WIB

Tuban, NU Online
Rangkaian demi rangkaian acara haul masyayikh Pondok Pesantren Manbail Futuh berjalan lancar. Tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya, sejak hari Kamis (18/05) tercatat ada banyak kegiatan seperti takhtimul quran (bin-nadzhar &bil-ghoib) tahlil bersama (MI, Mts, MA), khitan massal dan kegiatan bakti sosial. Tahlil akbar dan pengajian umum (21/05) pun menjadi puncak dari acara tahunan yang biasanya juga dimanfaatkan untuk ajang silaturrahim para alumni. 

Yang menjadi pembeda adalah kiai yang menyampaikan mauidzoh dan tema atau pesan yang disampaikan.

"Islam Pesantren... ya Islam Indonesia." Itulah salah satu pesan penting dari mauidzoh hasanah oleh KH Nashiruddin di haul malam itu (21/05). Meski terbilang lama, uraiannya mengenai peran penting pendidikan ala pesantren menyedot perhatian para hadirin yang memenuhi halaman dan beberapa ruang kelas pesantren yang didirikan oleh almaghfurlah KH Fatchurrohman bin Abu Said ini.

Sumbangsih pesantren sangat besar bagi bangsa Indonesia, termasuk dalam mendidik (akhlak) masyarakat. Perjuangan dakwah (ta'lim-ta'dib) ala kiai pesantren adalah khas nan lembut (hasanah). 

"Salah satu khas para kiai pesantren (Nahdlatul Ulama) meski tinggi ilmunya tetapi tidak kereng (red: kenceng, kasar), ada rasa sayang terhadap umat. Telaten dan halus dalam membimbing masyarakat," ujar Mbah Nashir.

Walhasil, pesantren sejak lama berusaha menjadi solusi bagi kehidupan. Dengan begitu jebolan tradisi pendidikan khas Nusantara tersebut seakan dituntut siap ngemong umat. Mengenai ini Kiai asal Sendang Senori Tuban tersebut mengingatkan bahwa para santri bisa berdakwah dengan cara apa saja, yang baik; tidak harus jadi muballigh atau kiai. Menurutnya "ngak mesti wong alim iku kiai, gak mesti kiai iku alim," kata kuncinya adalah 'memberi manfaat, bukan masalah'.

Dalam menjelaskan cara kiai pesantren mendidik masyarakat, Mbah Nashir mengutip salah satu syair dalam burdah "wan nafsu kat-thifli in tuhmilhu syabba 'ala -- hubbir rodlo'i wa in tafthimhu yanfathimi". Salah satu metode dakwah salafuna-sholih dalam istilah Jawa adalah nyapih. Sebagaimana lazimnya ibu nyapih anaknya dari air susu (ASI) tidak dengan kekerasan, tetapi justru harus dengan kasih sayang.

Dalam acara yang dihadiri santri, alumni, dan berbagai pihak (Ketua tanfidziah PCNU Tuban, TNI, PolriI, dan unsur lain) tersebut, Kiai yang pernah nyantri pada Sayyid Maliki (Makkah) ini menegaskan peran perjuangan kiai-santri untuk bangsa tercinta, bahkan jauh sebelum kemerdekaan. Sudah semestinya apresiasi dan rasa terima kasih patut dialamatkan pada mereka, oleh pemerintah dan segenap anak bangsa ini.

Dari lamanya gerakan dakwah pendidikan pesantren yang hasanah lah kemudian terbentuk NU; jam'iyah yang mengajarkan cinta tanah air. Lebih dari itu, sumbangsih pesantren amatlah besar bagi bangsa-negara ini. Tradisi pendidikan pesantren yang baik harus dipertahankan. 

"Tentu pendidikan pesantren bukan tanpa kekurangan. Dan sekarang bisa terus dibenahi," pungkas Kiai Nashirudin.

Setelah ngaji muhasabah dan berusaha meneladani atas perjuangan (kiai-santri) pesantren acara pun diakhiri dengan mendoakan pesantren dan muassis Manbail Futuh serta para masyayikh: KH Hisyam Ismail, Kiai Mizan Abdullah, KH Bisyrul Chafi Sholeh, KH Ali Machrus, KH Muslih Abdur Rohim, KH Abdul Hannan Hisyam, KH Hafash Hisyam, KH Masram Shofwan, dan lainnya. Almaghfur lahum, wa lahum al-Faatihah. Red: Mukafi Niam