Aryudi A Razaq
Kontributor
Jember, NU Online
Kelangkaan pupuk bersubsidi yang terjadi saat ini, membuat petani terus menjerit. Betapa tidak, pupuk sangat dibutuhkan tapi pada saat yang sama menghilang. Padahal, pemupukan tak boleh telat karena bisa mengakibatkan pertumbuhan tanaman stagnan hingga akhirnya bisa gagal panen.
“Padahal biaya bertani tidak sedikit, mulai dari membajak, hingga menanam bibit, dan seterusnya,” ujar salah seorang petani di Desa Sukosari, Kecamatan Sukowono, Kabupaten Jember, H Supriyadi kepada NU Online di Sukowono, Kamis (13/8).
Menurutnya, tanaman padi, jagung, dan tembakau memang membutuhkan pupuk tepat waktu. Jika tidak, akan berimbas pada perkembangan tanaman iru sendiri, hingga akhirnya tak bisa panen.
“Saya kira bukan hanya soal biaya yang menjadi kerugian petani jika gagal panen, tapi pemerintah juga rugi karena tidak ada pasokan padi dan sebagainya untuk stok nasional,” urainya.
H Supriyadi menegaskan, selain langka, harga pupuk bersubsidi juga teramat mahal, yakni Rp300.000/kwintal. Harga tersebut sudah termasuk pupuk paketan yang cuma beberapa kilogram saja. Sayangnya, meski harga pupuk mencekik leher, tapi harga padi biasa-biasa saja, yakni Rp460 ribu untuk 1 kwintal gabah kering giling.
“Itu persoalan rutin petani sejak dulu. Petani hanya bisa menjerit tapi tak pernah bermakna. Pupuk ya tetap langka, harga gabah juga tak stabil,” jelasnya
Sementara itu, Ketua Pengurus Cabang (PC) Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) Jember, Ovi Faisol Arief menegaskan bahwa kelangkaan pupuk bersubsidi sudah menjadi lagu lama, dan terus terdengar saat dibutuhkan. Anehnya, tidak ada solusi dari persoalan tersebut. Buktinya, kelangkaan pupuk bersubsidi terus saja terjadi.
“Sulit dimengerti, di satu sisi Indonesia ingin swasembada beras, tapi di sisi lain pupuk sulit didapat,” ucapnya.
Ovi, sapaan akrabnya, menyayangkan berlarut-larutnya masalah tersebut. Padahal sektor pertanian terbukti paling eksis dan berkontribusi besar terhadap roda perekonomian nasional meski dalam keadaan darurat Corona.
Menurutnya, kelangkaan pupuk melengkapi kerumitan petani yang melingkari persoalan padi selama ini, misalnya ganasnya hama tikus yang memotong pohon padi, harga gabah yang tak stabil di saat panen, dan setersunya.
“Itu semua membuat petani semakin sulit,” ungkapnya.
Ovi menambahkan, modal petani cukup besar untuk mengelola sawah dengan baik.Biaya pemupukan diperkirakan hanya sekitar 10 persen dari total modal yang dikeluarkan petani. Namun meskipun pupuk hanya berkontribusi 10 persen terhadap biaya pertanian, modal petani yang 90 persen akan habis jika pupuk langka.
“Karena pupuk itu adalah nutrisi tanaman,” terangnya.
Ovi menjelaskan, pemerintah tidak boleh serta-merta, misalnya mengurangi atau membatasi produksi pupuk bersubsidi hanya karena ingin mengalihkan petani pada penggunaan pupuk organik. Sebab, itu berbahaya bagi produktivitas pertanian.
“Pakai cara yang elegan dan lebih persuasif guna membangun kesadaran petani untuk menggunakan pupuk organik,” terangnya.
Ia menyatakan akan segera berkirim surat kepada Komisi B DPRD Jember untuk hearing terkait kelangkaan pupuk bersubsidi. “Dari situ semoga ditemukan jalan keluarnya,” pungkas Ovi.
Pewarta: Aryudi AR
Editor: Abdul Muiz
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Isra Mi’raj, Momen yang Tepat Mengenalkan Shalat Kepada Anak
2
Khutbah Jumat: Kejujuran, Kunci Keselamatan Dunia dan Akhirat
3
Khutbah Jumat: Rasulullah sebagai Teladan dalam Pendidikan
4
Khutbah Jumat: Pentingnya Berpikir Logis dalam Islam
5
Khutbah Jumat: Peringatan Al-Qur'an, Cemas Jika Tidak Wujudkan Generasi Emas
6
Gus Baha Akan Hadiri Peringatan Isra Miraj di Masjid Istiqlal Jakarta pada 27 Januari 2025
Terkini
Lihat Semua