Jombang, NU Online
Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas Jombang, Jawa Timur yang diasuh oleh KH Abdun Nashir Fattah mengadakan acara Cangkir. Yaitu Cangkruan Fikir dengan judul ‘Mentaukidi NU’.
"NU itu kebangkitan para ulama. Jadi, yang bangkit itu adalah para ulama yang diwadahi dalam organisasi Nahdlatul Ulama. Inilah peran penting ulama dalam NU," ujar Ustadz Yusuf Suharto pada acara yang dipusatkan di Masjid Induk Pesantren Bahrul Ulum TambakberasAhad (15/12) malam.
"Ahlussunah wal Jama’ah yang dikuti oleh Nahdlatul Ulama itu pada hakikatnya ya gerakan pembaharuan, tajdid, sebagaimana dinyatakan oleh Kiai Ahmad Shiddiq dalam buku ‘Pedoman Berpikir Nahdlatul Ulama’,” jelas pemateri Pengurus Wilayah Aswaja NU Centrer Jatim ini.
Ada sejumlah ciri khas yang melekat pada Aswaja dan itu membedakan dengan kalangan lain. Terutama terkait paham yang dipegang selama ini.
"Aswaja itu adalah paham yang moderat. Moderat itu tawasuth. Dan masuk dalam makna tawasuth adalah tawazun dan i'tidal,” ungkap mahasiswa pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malam tersebut.
Sedangkan untuk mengenalkan NU di kalangan masyarakat yang belum mengenal jamiyah ini dengan baik, penulis buku 'Ahlussunah walJamaah Fikih dan Landasan Amaliyah' ini memberikan saran agar dilakukan dengan bertahap.
"Kepada masyarakat yang belum mengenal NU dengan baik, maka yang penting kita kenalkan dan tradisikan amaliyah yang biasa dilakukan oleh Muslim Nusantara. Kita kenalkan kaidah, nilai, dan ajaran Aswaja. Jadi, jangan langsung mengenalkan NU,” sarannya.
Di hadapan sejumlah dzurriyah Pesantren Tambakberas, ustadz dan ratusan santri tersebut, Ustadz Yusuf Suharto mengingatkan terkait kelebihan pendiri atau muassis jamiyah. Bahwa salah satu kelebihan para pendiri NU adalah mereka juga rajin penulis.
"Kiai Abdul Wahab Chasbullah itu menulis tentang masjid, demikian pula Kiai Bisri Syansuri menulis tentang keluarga berencana. Kiai Hasyim menulis belasan kitab,” urainya.
Sementara itu Binhad Nurrohmat sebagai pembicara kedua menyatakan bahwa menulis itu berhubungan dengan membaca.
"Menulis yang baik itu adalah pembaca yang baik. Jadi, kalau mau menjadi penulis, ya harus banyak membaca banyak buku,” katanya.
Bagaimana cara menulis yang lebih mudah? Yang bisa dilakukan para santri adalah menulis apa saja yang dilihat oleh mata. Menulis apa yang dketahui atau dari kenangan.
Kegiatan yang berlangsung dari usai Isya hingga larut malam ini disambut antusias ratusan santri yang memadati masjid. Mereka langsung dilatih untk menulis, bahkan beberapa dari mereka diberikan kesempatan membacakan puisi.
Setelah acara berakhir, para santri menikmati makan tumpeng bersama, dan mereka pun melahapnya dengan semangat.
Pewarta: Ibnu Nawawi
Editor: Aryudi AR