Jombang, NU Online
Sekolah berbasis pesantren di Jombang Jawa Timur kesulitan menerapkan program Full Day School dengan lima hari sekolah. Pasalnya, model pendidikan lembaga pesantren memiliki durasi pertemuan lebih padat daripada sekolah umum lainnya. Sehingga akan kedodoran jika akan diringkas dalam lima hari pertemuan saja.
"Tentu banyak yang harus dipertimbangkan. Di sekolah kami, baik jam pelajaran maupun jumlah mata pelajaran sangat jauh berbeda dengan sekolah umum lain. Kalau dipaksakan sistem lima hari sekolah, bisa-bisa anak-anak Maghrib baru bisa pulang," ungkap Sutrisno, Kepala Sekolah MAN Tambakberas, Jombang,
Di sekolah yang emmiliki ribuan siswa putra dan putrid ini, dikatakannya ada 24 mata pelajaran dengan durasi pertemuan hingga 52 jam dalam seminggu. Hal ini berbeda dengan sekolah lainnya yang umumnya memiliki rata - rata 18 mata pelajaran dengan durasi pertemuan 48 jam.
"Sebab di sekolah berbasis pesantren, semua Mapel sekolah umum ada dan ditambah pelajaran keagamaan. Tentu siswa akan sangat kelelahan jika diringkas menjadi lima hari masuk sekolah," beber Sutrisno.
Masih menurut Kasek Sutrikno, kondisi anak didiknya juga berbeda-beda. Di antaranya ada yang setelah pulang sekolah, mereka harus membantu orang tuanya beraktifitas. Demikian juga dari sisi pengawasan anak, jika benar-benar di berlakukan, dua hari masa libur yakni, Sabtu dan Ahad menjadi masalah tersendiri bagi orang tua, utamanya bagi orang tua yang bekerja hingga akhir pekan.
"Banyak juga wali murid yang bekerja. Tentu akan menjadi masalah pada sisi pengawasan anak jika libur. Dari sisi guru pun begitu, semakin panjang durasi mengajar, juga akan menimbulkan masalah, karena sebagian guru juga mempunyai anak kecil," tandasnya.
Sutrisno berharap ada semacam tinjauan kembali terhadap program Full Day School dan berkeinginan agar program ini tidak dipaksakan, namun lebih baik jika bersifat opsional.
Senada dengan Sutrisno, Ketua Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Jombang, Ahmad Faqih menilai program Full Day School ini juga akan sulit dilakukan bagi daerah - daerah yang kurang sarana dan prasarana serta yang memiliki geografis sulit.
"Bagi daerah yang secara geografis sulit dan infrastruktur seperti jalan dan penerangan minim akan menjadi masalah tersendiri bagi wali murid jika sekolah diberlakukan hingga malam," papar Ahmad Faqih.
Selain itu menurut Faqih, penerapan lima hari masuk sekolah juga terlebih dahulu perlu difikirkan pengalokasian anggaran bantuan operasional dalam jumlah yang memadai bagi lembaga pendidikan agama seperti Madrasah Diniyah atau Taman Pendidikan Al Qur' an dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"Hal ini sebagai wujud nyata dukungan terbentuknya kolaborasi dan kerjasama dalam perbaikan penguatan kualitas karakter peserta didik," pungkasnya.(Muslim Abdurahman)