Daerah BANJIR SUMATRA

Warga Padang Keluhkan Sulit Bersihkan Rumah Pascabanjir Akibat Kayu Gelondongan dan Lumpur

NU Online  ·  Jumat, 12 Desember 2025 | 14:00 WIB

Warga Padang Keluhkan Sulit Bersihkan Rumah Pascabanjir Akibat Kayu Gelondongan dan Lumpur

Kayu gelondongan memenuhi rumah warga di Padang, Sumbar. (Foto: dok NU Online/Armaidi Tanjung)

Jakarta, NU Online

Kota Padang menjadi salah satu wilayah yang terdampak banjir bandang dan tanah longsor yang melanda sejumlah daerah di Sumatra Barat (Sumbar) pada Selasa (25/11/2025) hingga Kamis (27/11/2025). Aktivis Nahdlatul Ulama (NU) di Sumbar, Armaidi Tanjung, mengungkapkan bahwa warga di Kecamatan Nanggalo, Kota Padang menghadapi kesulitan besar saat membersihkan rumah akibat banyaknya kayu gelondongan berukuran besar dan lumpur yang masuk hingga ke dalam hunian mereka.

 

Menurut Armaidi, persoalan bencana tidak semata-mata disebabkan oleh curah hujan tinggi, tetapi berkaitan erat dengan aktivitas pembukaan hutan secara masif di kawasan Pegunungan Barisan. Ia menyebut sebagian kayu yang terbawa arus bukan pohon tumbang alami, melainkan kayu hasil penebangan yang telah dilakukan sebelumnya.

 

“Kayu gelondongan ini bukan pohon yang tumbang akibat longsor, tetapi memang ditebang oleh manusia. Terlihat dari bentuk potongannya, mungkin sudah ditebang beberapa hari sebelum banjir datang. Ukurannya besar, ada yang diameternya sampai satu meter dan panjang-panjang,” ujarnya kepada NU Online, Jumat (12/12/2025).

 

Armaidi menjelaskan bahwa rumah warga banyak yang rusak parah akibat hantaman kayu-kayu besar tersebut. Selain dipenuhi lumpur, sejumlah rumah kini juga tersumbat kayu gelondongan yang tidak mungkin dipindahkan tanpa bantuan alat berat.

 

“Bagaimana mereka membersihkannya? Kayunya besar-besar, sementara alat untuk membersihkan lumpur saja tidak punya, apalagi kayu gelondongan yang masuk ke rumah,” katanya.

 

Ia menegaskan bahwa kondisi tersebut berkaitan langsung dengan maraknya pembukaan hutan di Pegunungan Barisan, baik untuk kebun sawit maupun permukiman baru.

 

“Banyak hutan dibuka besar-besaran. Ketika curah hujan tinggi, hutan tidak mampu lagi menahan air,” jelasnya.

 

Armaidi juga menyoroti pola pembangunan permukiman baru yang dinilai mengabaikan aspek mitigasi bencana.

 

“Pembukaan lahan ini bukan hanya untuk sawit, tetapi juga banyak digunakan untuk hunian. Jarak antarrumah juga tidak menyediakan ruang untuk pepohonan, sehingga ketika hujan deras datang, habis sudah,” imbuhnya.

 

Ia mendesak pemerintah melakukan evaluasi serius terhadap izin pembukaan lahan serta tata kelola kawasan hutan, terutama di wilayah rawan bencana.

 

“Pemerintah seharusnya mempertimbangkan dampaknya. Kalau mau dijadikan kebun sawit, ya tidak perlu banyak yang diubah. Kalau mau buat hunian baru, setiap rumah seharusnya diberi jarak dan ruang untuk pepohonan. Kalau tidak, bencana seperti ini bisa terulang tahun-tahun mendatang,” tegasnya.


==========

Para dermawan bisa donasi lewat NU Online Super App dengan mengklik banner "Darurat Bencana" yang ada di halaman Beranda atau via web filantropi di tautan berikut: filantropi.nu.or.id.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang