Daerah

Yusman Roy Divonis Dua Tahun Penjara

Rabu, 31 Agustus 2005 | 01:46 WIB

Malang, NU Online
Terdakwa penganjur salat dwibahasa, Ustadz Yusman Roy, Selasa, akhirnya divonis hukuman dua tahun penjara potong masa tahanan berikut membayar biaya perkara Rp1.000 oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, Kabupaten Malang.

Dalam sidang dengan ketua majelis hakim Soedarmadji SH itu, terdakwa menyatakan dapat menerima putusan hakim itu, meskipun dinilai tidak adil.

<>

Putusan majelis hakim menyebut dakwaan primer tentang pasal penodaan agama untuk ustadz Yusman Roy tidak terbukti, tapi majelis hakim PN Kepanjen menilai terdakwa bersalah dalam dakwaan subsider yakni menyebarkan selebaran yang isinya menyatakan permusuhan atau penghinaan terhadap golongan tertentu di Indonesia.

Vonis yang dijatuhkan kepada terdakwa itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) selama tiga tahun penjara sebagaimana diatur pasal 156a KUHP tentang penyalahgunaan atau penodaan agama.

Menanggapi vonis itu, pengacara Yusman Roy, Zahir Rusyad mengatakan, dirinya sangat menghargai putusan hakim karena terdakwa tidak terbukti melakukan penodaan agama.

M Yusman Roy adalah pengasuh Pondok I’tikaf Ngaji Lelaku di Kecamatan Lawang, Malang dan mantan petinju yang diajukan ke pengadilan karena ajaran salat dwibahasa.

Dalam sidang sebelumnya, Yusman meminta majelis hakim dalam mengadili dirinya tidak hanya berdasar Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), tetapi juga didasarkan hukum Al-Quran.

Yusman dalam pledoinya menyatakan telah kehilangan hak asasinya untuk beragama dan menjalankan ibadah yang sudah jelas diatur dalam pasal 29 Undang Undang Dasar 1945. "Apakah berbeda pendapat dengan kelompok mayoritas, kemudian langsung diartikan sebagai tindakan yang salah dan melanggar hukum," katanya dengan nada tanya.

Terkait dengan shalat dua bahasa yang diajarkannya, Yusman menilai perlu dikaji ulang tentang manfaatnya bagi masyarakat. Selain itu, ia tetap merasa tidak melakukan tindakan keliru karena tidak pernah memaksakan orang lain melakukan shalat dua bahasa. Shalat dengan bahasa Indonesia, katanya, hanya diajarkan kepada yang tidak memahami bahasa Arab, sedangkan yang sudah paham, dipersilakan menggunakan bahasa Arab. Hal itu dimaksudkan agar salat yang dijalankan dapat dipahami maknanya, sehingga mengubah perilaku.(atr/cih)