Gelanggang Majalah Lesbumi NU dengan Tagline Sastera, Seni, dan Pemikiran
NU Online Ā· Kamis, 20 Februari 2020 | 18:00 WIB
Ajie Najmuddin
Kontributor
Choirotun Chisaan dalam buku berjudul "Lesbumi Strategi Politik Kebudayaan" (2008), menerangkan Lesbumi didirikan di tahun 1954, sebelum hadirnya perseteruan "Polemik Kebudayaan", Antara Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) satu pihak dan para pencetus Manifes Kebudayaan (Manikebu) di pihak lain.
Menariknya, meski kemudian hidup di tengah panasnya "Polemik Kebudayaan", Lesbumi tidak larut ke salah satunya. Ada wajah baru yang ingin diperdengarkan oleh Lesbumi di tengah riuhnya pertarungan aliran berkesenian pada masa-masa tersebut. Wajah lain itu akan tampak pada surat kepercayaan yang lahir pada 1966, surat yang juga diprakarsai Asrul Sani.
Karakter utama yang membedakan Lesbumi dari Lekra dan Manikebu adalah kentalnya warna ārelijiusā dalam produksi ekstrim antara kubu Lekra dan Manikebu. Pada titik ini, sebenarnya Lesbumi memberikan alternatif baru dalam berkesenian dengan memberikan tempat bagi unsur keagamaan (Islam) setara dengan kebudayaan melalui sebuah ākontestasiā seni-budaya ketimbang sebuah āpertarunganā politik.
Melalui majalah "Gelanggang"" ini pula, Lesbumi ingin menghadirkan sebuah warna tersendiri, khususnya dalam dunia kasusastraan, seperti yang sudah dipaparkan di atas.
Dari penelusuran penulis, majalah "Gelanggang"Ā terbit pertama kali (No. 1 Tahun 1) pada Desember 1966, dengan Pemimpin Redaksi Drs. H. Asrul Sani, seorang tokoh seorang sastrawan dan sutradara film ternama di Indonesia (pada tahun 2000 Asrul menerima penghargaan Bintang Mahaputra dari Pemerintah RI).
Nama "Gelanggang"Ā sendiri, konon terinspirasi dari "Gelanggang", yang merupakan sebuah nama ruangan atau sebuah tempat berkumpul maupun pertemuan kebudayaan dalam warta sepekan "Siasat", di mana Asrul Sani juga pernah ikut aktif menjadi pengasuhnya selain Chairil Anwar, Rivai Apin, dan lain sebagainya.
Kemudian di susunan Dewan Redaksi, terdapat sejumlah nama-nama besar di bidang sastra dan kesenian di Indonesia. Mereka yakni H. Usmar Ismail, Darsjaf Rachman, Baharudin M.S., dan nama-nama besar lainnya yang akan dipaparkan lebih rinci pada tulisan berikutnya.
Penulis: Ajie Najmuddin
Editor: Abdullah Alawi
Ā
Terpopuler
1
Gus Yahya Ajak Seluruh Pengurus NU Siapkan Muktamar Ke-35 sebagai Jalan Terhormat dan Konstitusional
2
Pertemuan Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah di Lirboyo Putuskan Muktamar Ke-35 NU Bakal Digelar Secepatnya
3
KH Miftachul Akhyar Undang Rapat Konsultasi Syuriyah dengan Mustasyar PBNU di Pesantren Lirboyo
4
Gus Yahya Tanggapi KH Miftachul Akhyar soal AKN-NU, Peter Berkowitz, hingga Dugaan TPPUĀ
5
KH Miftachul Akhyar Sampaikan Permohonan Maaf terkait Persoalan di PBNU
6
Khutbah Jumat: Rajab, Shalat, dan Kepedulian Sosial
Terkini
Lihat Semua