Pesan Terakhir KHR Asnawi Kudus untuk Pengurus dan Warga NU: Jangan Merasa Pintar Sendiri!
NU Online Ā· Jumat, 26 Desember 2025 | 14:15 WIB
KHR Asnawi Kudus berpidato di hadapan muktamirin pada Muktamar ke-22 NU di Jakarta (Foto: Repro Kenang-kenangan Mutamar ke-XXII Partai Nahdlatul Ulama di Jakarta pada 1960)
Ajie Najmuddin
Kolomnis
Seminggu selepas Muktamar ke-22 Nahdlatul Ulama (NU) usai, tersiar kabar duka, salah seorang ulama dan pendiri NU, KHR Asnawi Kudus tutup usia. Harian Duta Masjarakat (DM) sebagai media massa milik NU memuat kabar duka tersebutĀ pada edisi Senin, 28 Desember 1959.
Pada halaman pertama, DM memuat artikel berjudul "KH Asnawi Seorang Ulama Besar Meninggal Dunia dalam Usia 98 Tahun", yang dikutip dari Kantor Berita Nasional Antara.Ā
"Pada malam Sabtu jang baru lalu, KH Asnawi, salah-seorang ulama besar jang bertempat tinggal di Kudus, wafat dalam usia 98 tahun, karena penjakit tua. KH Asnawi, jang pada Minggu jang lalu masih ikut menghadiri Muktamar ke XXII NU di Djakarta, terbilang salah-seorang pendiri NU dan guru dari Rois Aam NU, KH Abdulwahab Chasbullah,"
Di halaman terakhir DM edisi tersebut juga memuat sejumlah ucapan duka dari berbagai pihak, termasuk dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
"TURUT BERDUKA TJITA. Pada Tanggal 25 Desember 1959 Hari Djum'at djam 02.30 telah dipanggil ke hadirat Ilahi, dalam usia lk (lebih kurang, pen) 98 tahun, di tempat kediamannja di Kudus (Djawa Tengah). ROMO K.H. ASNAWI. Salah seorang ulama besar jang telah menunaikan tugas bakti selama masa hidupnja untuk kepentingan da'wah Islamijah. Atas meninggalnja beliau, dengan ini kami turut mengutjapkan ikut berduka tjita dan semoga semua amal kebadjikan beliau diterima oleh Jang Maha Pengasih dan Penjajang. Djakarta, 26 Desember 1959. PENGURUS BESAR PARTAI NAHDLATUL ULAMA."
Selain dari PBNU, di halaman yang sama juga terdapat ucapan duka dari Harian DM, Ketua PBNU KH Idham Chalid, Ketua Fraksi NU H Achmad Sjaichu, Waperdam H Zainul Arifin, Sekjen PBNU H Saifuddin Zuhri, dan Sekretaris PW GP Ansor Sumsel Mardjan Moechtar.
Setelah beberapa hari berselang, tepatnya pada edisi pungkasan di tahun 1959, DM kembali memuat artikel untuk mengenang wafatnya KH Asnawi, yang ditulis oleh KH Saifuddin Zuhri dengan judul "Mengenang Ulama Besar KHR Asnawi". Melalui artikel tersebut, Kiai Saifuddin mengenang akan perjuangan KHR Asnawi.
"Kami baru sadja selesai menjelenggarakan Mu'tamar ke 22. Djasmaniah kami masih letih, rohaniah kami masih penat karena mempersiapkan penjelenggaraan wadah dan isi Mu'tamar jang serba besar, baik sebelum maupun ketika Mu'tamar itu tengah berlangsung.
Tiba2 dengan perantaraan sdr. M Said Budairy, pengasuh ruangan Duta Teruna, lepas subuh saja menerima telepon bahwa Kjai Raden Asnawi Kudus meninggal dunia! Reaksi saja ketika itu djuga hanjalah mengutjapkan: Inna lillahi wa inna ilaihi rodji'un! Kita hanjalah milik Allah dan kepada-Njalah kita kembali!
Baru 3 malam beliau tiba di rumahnja, di Djalan Bendan Kudus sehabis menghadiri Mu'tamar ke 22... Perdjalanan dari Kudus ke Djakarta pergi pulang jang dgn mobil, harus ditjapai tidak kurang dari 1200 km djauhnja, djustru djarak sedjauh itu bagi seorang tua jang telah berusia 98 tahun, sebenarnja bukanlah perdjalanan jang ringan, akan tetapi djasmaniah beliau masih tjukup kuat untuk menempuh djarak sedjauh itu... Di tiap kota jang disinggahi.. beliau pergunakan kesempatan jang ada untuk mendjumpai.. selama hidupnja beliau memang gemar bersilaturahmi."
Kiai Saifuddin kemudian menceritakan KH Asnawi wafat pada saat hendak melaksanakan shalat tahajud pada Jumat malam Sabtu, 26 Desember 1959 atau 25 Jumadil Akhirah 1379 H, pukul 2.15 dinihari.
"Ketika hendak takbiratul ichram, hendak berdiri sembahjang, dirasakan badannja sangat penat, tak mampu untuk berdiri. Duduklah beliau sedjenak untuk menahan rasa sesak di dadanja, sambl mengumpulkan kekuatan untuk sembahjang tahadjud. Namun, ajal telah sampai, direnggutnja njawanja oleh Sajjidina Izrail karena Allah SWT memangil hamba-Nja jang ditjintai, Kjai Raden Asnawi Rahimahullah."
Salah satu cicit KH Asnawi, HM Aslim Akmal di akunĀ Facebook miliknya pada 15 Desember 2025 lalu, menuliskan kembali saat-saat terakhir wafat Mbah Buyutnya tersebut. Kisah ini, ia dengar dari sang ibu, yakni Hj Sunaifah.
"Menjelang fajar, sekitar setengah tiga, di tanggal 25 Jumadal Akhirah KH. R. Asnawi Bendan wafat dalam posisi ruku' atau sujud (tidak diketahui). Sebab saat itu beliau sedang menunaikan shalat dengan duduk di tepi tempat tidurnya menghadap kiblat
Keheningan fajar di hari itu seketika pecah oleh suara tangisan keras Ibu Hj Sunaifah dan mengundang keluarga dan para santri datang ke kediaman Simbah KHR. Asnawi Bendan. Sebelum wafat, Simbah KH. R. Asnawi Bendan mandi menjelang fajar, seperti biasanya.
Mandi di 2/3 malam terakhir adalah kebiasaannya dan hampir tidak pernah ditinggalkan. Ketika mandi, beliau biasa melakukannya dengan menimba air langsung dari sumur. Meski usia sudah sangat lanjut hal ini tetap dilakukannya sendiri karena sumurnya tidak dalam, hanya 4 meteran.
Setelah mandi, Simbah KHR. Asnawi Bendan melanjutkannya dengan shalat-shalat sunnah hingga tiba adzan Shubuh. Beliau melaksanakan shalat Shubuh berjamaah di Pondok Bendan bersama santrinya. Di Shubuh itu, Simbah KHR. Asnawi Bendan tidak menunaikan shalat berjamaah bersama santri-santrinya.
KHR. Asnawi dimakamkan di kompleks pemakaman Sunan Kudus yang terletak di belakang Masjid Menara Kudus. Dari rumah duka menuju ke pemakaman yang berjarak 3 km, disaksikan ribuan orang yang berjubel memadati sepanjang jalan.
Dalam suasana hujan rintik, salah satu Syuriah PBNU KH Maksum Lasem membacakan talqin. Sedangkan KH Bisri Musthafa menguraikan jasa-jasa KHR.Ā Asnawi sebagai seorang ulama dan tokoh NU yang besar.
Muktamar Terakhir
Muktamar ke-22 NU yang dihelat di Jakarta pada tanggal 13-18 Desember 1959 atau 12-17 Jumadil Akhir 1379 H tersebut, merupakan yang terakhir diikuti oleh Kiai Asnawi. Hampir setiap penyelenggaraan Muktamar, mulai dari Muktamar pertama tahun 1926 di Surabaya, Kiai Asnawi selalu ikut menghadiri.
Pada acara penutupan Muktamar Ke-22 NU, KHR Asnawi Kudus yang kala itu berusia 98 tahun memberikan nasihat penting, yang disampaikan sebelum ia memimpin doa penutup. Pesan yang dimuat dalam buku Kenang-kenangan Mu'tamar ke-XXII Partai Nahdlatul 'Ulama di Jakarta (diterbitkan oleh PBNU, 1960) ini, meskipun disampaikan pada tahun 1959, masih sangat relevan di masa kini:
Assalamu'alaikum wr. wb.
Hadlirin jang terhormat, Oleh karena manusia tempat lupa, tempat salah, "al-insan machallul chotho' wanĀ nisjaan", ingat, djangan sampai lupa ini. Kedua, supaja manusia senantiasa ingat, bahwa "Al-alamu mutaghojjirun"
Djangan lupakan itu! Sebab oleh karena manusia itu "machallul chotho' wan isjaan", maka terpaksa dielingkan (diperingatkan-Pen) kepada tembung (kalimat) "al-alamu mutaghojjirun". Djika ingat ini, tidak ada orang jang ngresulo (menggerutu-Pen), tidak! Sebab hal itu adalah perkara jang sudah mesti, djangan dipikir! Diterima jang baik, diterima sjukur! Seperti orang jang ditaghjir, rambutnya hitam lantas putih, apakah ngresulo? (Hadirin menjawab: Tidak!).
Pipi memper-memper lantas kempong apa ada jang mikir? Tidak ada? Lha itu semua taghjir! Djangan dipikir dengan susah karena tidak boleh tidak harus begitu. Supaja diingat-ingat, djangan lupa! Tjuma sebegitu sadja saja punja wasiat, djangan dilupakan!
Sebetulnja tembung Melaju (bahasa Indonesia-Pen) tidak bisa. Ja bisa, bisa semua ja tidak. Sedikit-sedikit ja bisa. Bisa semua ja tidak. Tidak bisa semua ja tidak. Djadi, orang itu apa sadja merasa bodoh. Tidak ada jang tidak bodoh. Djangan merasa pinter sendiri! Djangan!!! Jang bodoh ada jang bodoh lagi, jang pinter ada jang lebih berpangkat, biar tinggi ada jang lebih tinggi lagi! Hanja ALLAH sendiri jang semporna.
Wassalamu 'alaikum wr. wb.
Ajie Najmuddin, penulis buku Menyambut Satu Abad NU
Ā
Terpopuler
1
KH Miftachul Akhyar Terbitkan Surat Tabayun soal Pemberhentian Gus Yahya sebagai Ketum PBNU
2
Gus Yahya Ajak Seluruh Pengurus NU Siapkan Muktamar Ke-35 sebagai Jalan Terhormat dan Konstitusional
3
Pertemuan Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah di Lirboyo Putuskan Muktamar Ke-35 NU Bakal Digelar Secepatnya
4
KH Miftachul Akhyar Undang Rapat Konsultasi Syuriyah dengan Mustasyar PBNU di Pesantren Lirboyo
5
Gus Yahya Tanggapi KH Miftachul Akhyar soal AKN-NU, Peter Berkowitz, hingga Dugaan TPPUĀ
6
KH Miftachul Akhyar Sampaikan Permohonan Maaf terkait Persoalan di PBNU
Terkini
Lihat Semua