Fragmen

Nasihat KH Hasyim Asy'ari dan KH Asnawi Kudus tentang Ulama di Muktamar Malang 1937

NU Online  ·  Selasa, 16 Desember 2025 | 14:16 WIB

Nasihat KH Hasyim Asy'ari dan KH Asnawi Kudus tentang Ulama di Muktamar Malang 1937

KH Hasyim Asyari dan KH Asnawi Kudu (Foto: NU Onlin/Aceng Darta)

Pada tahun 1937, tepatnya bulan Juni, Nahdlatul Ulama mengadakan Muktamar Ke-12 setelah setahun sebelumnya muktamar diadakan di luar Jawa, yaitu di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Banyak agenda yang dilaksanakan pada acara Muktamar Malang, yang salah satunya membahas penolakan NU terhadap Ordonansi Perkawinan atau Undang-Undang Perkawinan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda.


Koran Pemandangan yang terbit 1 Juli 1937 memberitakan Muktamar Malang dengan judul berita 'Congres Nahdlatoel Oelama XII' dengan judul kecil 'Openlucht Vergadering' atau Diskusi Terbuka.


Selanjutnya diceritakan bahwa Rapat Diskusi Terbuka diadakan pada malam Kamis, tanggal 23 Juni 1937, bertempat di Mansion Hotel Kota Malang. Pada pukul 8:30 (20:30) sebelum rapat dimulai, dibunyikan bom (mercon/suar) dua kali untuk memanggil masyarakat yang akan menghadiri diskusi tersebut.


Setelah suara bom terdengar, masyarakat datang berduyun-duyun dari setiap penjuru. Tidak kurang dari 10.000 orang hadir. Ruangan acara yang luas akhirnya tidak bisa menampung jemaah yang hadir, dan ada sebagian jemaah yang pulang lagi dikarenakan tidak kebagian tempat.


Koran Pemandangan menceritakan ramai dan sesaknya acara kongres sebagai berikut:


"Sekira jam 8.30 Bom dipasang dua kali, seolah-olah memanggil para hamba-hamba Allah supaya berhadir di tempat tersebut. Panggilan itu tidak tersia-sia, terbukti beribu-ribu orang, tidak kurang dari 10.000 dari masing-masing jurusan, sama memerlukan datang, berduyun-duyun laki-perempuan mengalir sebagai banjir."


Selanjutnya diceritakan pada acara Diskusi tersebut hadir pula organisasi di luar NU, di antaranya dari PAI (Persatuan Arab Indonesia), Kepanduan Arab Indonesia, ANO Gresik, dan Muhammadiyah Malang. Rapat malam itu dibuka oleh KH Zainul Arifin selaku voorzitter (ketua) dengan diawali mengucap salam dan menyampaikan terima kasih kepada yang hadir dan kepada para utusan yang telah hadir.


Setelah pembukaan, kemudian dilangsungkan pembacaan ayat suci Al-Qur'an oleh KH. Abdurrahman, KH Abdulrashid utusan dari Darul Ulum Makkah, KH Abdulkarim Sedayu, dan H. Arwani Kudus. Selesai pembacaan Al-Qur'an, ketika acara akan dilanjutkan kembali, Panitia Kongres mendapat telegram dari Perkumpulan Ittihadul Muawanah Banten mengabarkan bahwa KH Moch. Asnawi Caringin meninggal dunia.


Nasihat KH Hasyim Asy’ari
Setelah pembacaan Al-Qur'an dilanjutkan dengan pembacaan asas dan tujuan NU. Namun, dikarenakan ada kabar KH Asnawi (Caringin, Banten) wafat, agenda diteruskan dengan tawasul dan nasihat dari KH Hasyim Asy'ari.

 

Sebelum memimpin tawasul, KH Hasyim menyampaikan sabda Nabi, "Barangsiapa memuliakan orang alim, maka orang itu telah memuliakan Kami (Nabi) dan barang siapa memuliakan Kami berarti telah memuliakan Allah Swt."


Kemudian KH Hasyim Asy'ari berpesan kepada para ulama yang hadir bahwa ulama itu dipercayai oleh Allah untuk membimbing umat ke jalan Allah, maka perbaikilah diri supaya diikuti oleh umat.

 

Kiai Hasyim berpesan pula kepada jemaah yang hadir supaya memperhatikan dalam mencari ilmu, kemudian carilah Guru yang baik, karena di zaman ini banyak guru yang tidak jujur dan mementingkan diri sendiri. Dan untuk kaum ibu, didiklah anak-anak dan uruslah rumah tangga, jangan sering keluar rumah kecuali ada urusan.


Setelah Kiai Hasyim memberikan nasihat, agenda muktamar dilanjutkan dengan pembacaan hasil musyawarah Muktamar Malang oleh Tuan Soeroto, perwakilan dari NU Cabang Sidoarjo. Banyak hal yang diputuskan dalam rapat kongres, dan di antara yang paling penting adalah Penolakan Ordonansi Perkawinan yang dibuat Pemerintah Hindia Belanda.


Ordonansi Perkawinan

Penolakan NU itu dikarenakan banyak poin yang tidak sesuai dengan syariat Islam, di antaranya:

 
  1. Dikeluarkan Staatblad (Stbl.) 1937 No. 116 yang membatasi wewenang dan tugas peradilan agama. Semula berhak menetapkan tentang hal waris, kemudian hanya berwenang mengadili berkenaan dengan nikah, talak, dan rujuk saja.
  2. Selanjutnya, muncul Rancangan Ordonansi Perkawinan Tercatat (Ontwerp Ordonnantie op de Ingeschreven Huwelijken) bulan Juni tahun 1937, yang memberikan konsekuensi hukum pada warga pribumi sebagai berikut:
 

Pertama, seorang laki-laki tidak diperkenankan menikah dengan lebih dari satu orang istri. Kedua, sebuah hubungan perkawinan tidak dapat putus kecuali dengan tiga sebab: meninggalnya salah satu pasangan, perginya salah satu pasangan selama dua tahun lebih dan tidak diketahui kabar tentangnya (sementara pasangan lainnya mengadakan perkawinan lagi dengan orang lain atas izin pengadilan), dan adanya putusan perceraian dari pengadilan.


Penolakan terhadap Ordonansi Perkawinan itu kemudian diperkuat dengan keterangan dan dalil-dalil yang disampaikan oleh KH Abdul Wahab Hasbullah. Ia menyampaikan bahwa hasil putusan Kongres ini akan disampaikan kepada Pemerintah Hindia Belanda, termasuk hal tentang perkara waris yang harus diurusi kembali oleh pengadilan Agama.


Pandangan Umum 
Setelah pembahasan dan penyampaian perkara Ordonansi Perkawinan dan Waris, acara dilanjutkan dengan pemaparan sejarah Islam di Timur Tengah oleh KH Chumayahi, lulusan Universitas Al-Azhar dari Salatiga. Ia menceritakan tentang peran besar Al-Azhar untuk dunia Islam, seperti sumbangsih keilmuan dari lulusannya, di antaranya Syekh Bachmid dan Syekh Jalaluddin as-Suyuthi.


Agenda selanjutnya, pemaparan tentang perkembangan Islam di Eropa oleh Tuan Sayid Abdullah dari Palembang. Sayid Abdullah menceritakan tentang perkembangan Islam hampir di seluruh Eropa, khususnya di Inggris, yang sangat begitu pesat. Dan pandangan terakhir tentang perkembangan Madrasah Darul Ulum Makkah oleh Tuan H. Wahib, sekaligus meminta doa dan bantuan kepada hadirin untuk keberlanjutan Madrasah Darul Ulum.


Nasihat KH Asnawi Kudus 
Acara terakhir pada diskusi terbuka adalah khotbah yang disampaikan oleh KH Asnawi Kudus. Beberapa hal yang disampaikan KH. Asnawi adalah tentang proses untuk mencapai kedamaian negara dan dunia. Beliau berkata bahwa tidak akan mungkin dunia mencapai kedamaian jika tidak ada empat hal, yaitu:

 

1.    Ulama yang dengan ilmunya dipakai untuk mendidik dan mengajar.
2.    Penguasa yang adil.
3.    Kaum dermawan yang mempunyai kasih sayang.
4.    Doa orang-orang fakir.


Di akhir acara, salah seorang panitia muktamar, KH Zainul Arifin memberikan ucapan terima kasih kepada semua karena acara berjalan lancar dan selamat. Tepat jam satu malam acara ditutup.


Nasihin, peminat sejarah, tinggal di Cileunyi, Kabupaten Bandung.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang