Hj Siti Suryani Thahir, Ulama Betawi Pendiri Majelis Taklim Kaum Ibu di Jakarta
Kamis, 10 Maret 2022 | 10:00 WIB
Hj Suryani melanjutkan pendidikannya di Madrasah Tsanawiyah Diniyah Putri Padang Panjang, Sumatra Barat, pada 1953. Lalu, Suryani menempuh pendidikan di Madrasah Mualimat, Tanah Tinggi, Jakarta, pada 1958.
Aru Lego Triono
Kontributor
Nyai Hj Siti Suryani Thahir merupakan seorang ulama perempuan Betawi yang mendirikan, merintis, dan mendirikan sebuah majelis taklim khusus ibu-ibu, di Jakarta. Forum itu bernama Majelis Taklim Kaum Ibu Attahiriyah (MTKIA). Di situ, ia melakukan pemberdayaan perempuan, khususnya kaum ibu, untuk mengembangkan pengetahuan keagamaannya.
Ia lahir di Jakarta, 1 Januari 1940 dari pasangan KH M Thahir Rohili dan Hj Salbiyah Ramli. Orang tuanya adalah pendiri sekaligus pemilik perguruan Islam yang bernaung di bawah Yayasan Addiniyah Attahiriyah. (Rakhmad Zailani Kiki, Genealogi Intelektual Ulama Betawi: Melacak Jaringan Ulama Betawi dan Awal Abad Ke-9 sampai Abad Ke-21. Jakarta Islamic Center, 2018).
Hj Suryani menempuh pendidikan formal dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi pada lembaga pendidikan Islam. Sejak usia tujuh tahun, ia bersekolah di Madrasah Diniyah Awaliyah As-Syafi’iyah di Jalan Bali Matraman, Tebet, Jakarta Selatan. Ia mendapat bimbingan langsung dari Muallim KH Abdullah Syafi’i.
Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Madrasah Tsanawiyah Diniyah Putri Padang Panjang, Sumatra Barat, pada 1953. Lalu, Suryani menempuh pendidikan di Madrasah Mualimat, Tanah Tinggi, Jakarta, pada 1958.
Setelah menamatkan seluruh jenjang pendidikan formalnya di Indonesia, ia lantas meneruskan pendidikan selama delapan tahun di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Suryani kuliah di Kuliyatu Ii al-Banat jurusan Dirasah Islamiyah.
Sebelum ke Mesir, Suryani terlebih dulu menikah dengan Syatiri Ahmad, seorang sarjana dari IAIN Sunan Kalijaga yang mendapat beasiswa untuk studi di Universitas Al-Azhar. Sepasang suami istri itu menetap di Mesir untuk menimba ilmu bersama.
Sepulangnya dari Mesir, ia membuka taklim dengan sederhana di rumah. Semula, majelis taklim itu hanya diikuti sekitar 12 orang. Namun seiring waktu berjalan, jamaahnya semakin banyak, bahkan tersebar di pelosok Jakarta dan sekitarnya.
Melihat perkembangan jamaah yang sangat pesat itu, Suryani akhirnya meresmikan pendirian Majelis Taklim Kaum Ibu Attahiriyah atau disingkat MTKIA. Forum pengajian itu kemudian berkembang menjadi Kursus Bahasa Arab dan Agama (Kurba) yang melahirkan banyak mubaligh intelektual di Jakarta.
Dikutip dari situs resmi Jakarta Islamic Center (Hj Siti Suryani Thahir), MTKIA di bawah bimbingan Hj Suryani memiliki pola pengajaran dan pendekatan yang berbeda dari para pengkaji kitab kuning yang lain.
Biasanya, di dalam pengajian kitab kuning seorang murid hanya akan mendengarkan penjelasan dari guru. Sementara Hj Suryani membikin pola dengan cara memberikan kesempatan kepada jamaah untuk membaca sendiri kitab kuning yang menjadi bahan pengajian. Kemudian, ia akan memberikan penjelasan dan diadakan dialog interaktif.
Dari majelis taklim itu, Hj Suryani telah berhasil melakukan perjuangan untuk mencerdaskan kaum ibu melalui pendekatan yang lebih efektif. Dari forum MTKIA, banyak terlahir para asatidzah yang andal dan mampu mengembangkan dakwah kepada kaum ibu di kampung-kampung tempat tinggal mereka masing-masing.
Suryani berhasil mengubah paradigma kultur daerah yang memandang kaum perempuan dengan posisi rendah. Ia sukses mendobrak kultur masyarakat yang membatasi ruang gerak perempuan di dunia pendidikan menjadi lebih aktif, berilmu, dan berdaya.
Selain itu, berkat MTKIA, perempuan memiliki nilai tawar dalam pengumpulan dan dukungan suara, khususnya di Jakarta. Perempuan bisa memiliki kesempatan untuk menjadi penentu kebijakan yang setara dengan kaum pria, berkat kekuatan MTKIA.
Ia telah menciptakan kultur ‘perempuan majelis taklim’ di Indonesia. Kini, berkat kegigihan dan ketekunan Hj Suryani, pengajian majelis taklim sangat erat kaitannya dengan perempuan, terutama kaum ibu, yang berasal dari berbagai kalangan dan strata sosial.
Selain merintis dan mengembangkan majelis taklim untuk kaum ibu di Jakarta, Hj Siti Suryani Thahir juga memiliki banyak karya tulisan. Beberapa di antara karya yang ditulisnya adalah Masdar Al-Akhlaq: Sumber Budi Pekerti dan 38 Kiat Menghapus Dosa, Susunan Ibadah di Saat Bangun Malam, Hembusan Segar: Kumpulan Firman Allah dalam Hadis Qudsi, Mutiara Baiduri Manikan di Balik Kisah Yusuf As, dan Fadhilah Qayam al-Layl.
Tokoh ulama perempuan Betawi kharismatik di pengajian kaum ibu ini wafat, pada 5 September 2015.
Aru Lego Triono, wartawan NU Online.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua