Fragmen

Selamat Hari Lahir, Bapak Republik Pesantren

Ahad, 2 Juni 2019 | 09:00 WIB

Selamat Hari Lahir, Bapak Republik Pesantren

KH Wahid Hasyim (Foto:Ist.)

Satu Juni diperingati dengan sebagai Hari Kelahiran Pancasila. Tepat dikala Bung Karno menyampaikan pidato mengenai lima sila, cikal bakal ideologi republik ini. Namun tak banyak yang ingat bahwa satu Juni juga merupakan tanggal kelahiran salah satu putra terbaik bangsa, KH Wahid Hasyim. 

Kiai Wahid Hasyim terus disebut-sebut dalam setiap pelajaran sejarah di bilik-bilik madrasah. Tokoh yang dicintai banyak kalangan ini menjadi pijar inspirator para santri-santri di pelosok negeri. 

Kiai Wahid Hasyim adalah salah satu putra terbaik bangsa yang turut mengukir sejarah negeri ini pada masa awal kemerdekaan Republik Indonesia. Terlahir Jumat Legi, 5 Rabi’ul Awal 1333 Hijriyah atau 1 Juni 1914, Kiai Wahid mengawali kiprah kemasyarakatannya pada usia relatif muda.

Setelah menimba ilmu agama ke berbagai pondok pesantren di Jawa Timur dan Makkah pada usia 21 tahun, Kiai Wahid membuat “gebrakan” baru dalam dunia pendidikan pada zamannya.

Dengan semangat memajukan pesantren, Kiai Wahid memadukan pola pengajaran pesantren yang menitik beratkan pada ajaran agama dengan pelajaran ilmu umum. Sistem klasikal diubah menjadi sistem tutorial. Selain pelajaran Bahasa Arab, murid juga diajari Bahasa Inggris dan Belanda. Beliau menyebutnya dengan Madrasah Nidzamiyah.

Bagi Kiai Wahid, penguasaan bahasa asing akan membuka cakrawala pengetahuan sekaligus sebagai kunci kemajuan suatu bangsa. Gebrakan ini berhasil beliau terapkan mulai lingkungan yang membesarkannya, yang kemudian hari menjadi tonggak kemerdekaan, yakni di Pesantren Tebuireng yang didirikan oleh ayahandanya, Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy'ari.

Di usia beliau yang terbilang muda, sosok Kiai Wahid Hasyim sangat diperhitungkan terutama dengan segudang pemikiran tentang agama, negara, pendidikan, politik, kemasyarakatan, NU, dan pesantren. Hal ini telah menjadi lapisan sejarah ke-Islaman dan ke-Indonesiaan yang tidak dapat tergantikan oleh siapapun.

Sumbangsih terbesar beliau pada republik ini di antaranya adalah saat beliau merumuskan "Ketuhanan Yang Maha Esa" dalam Pancasila sebagai pengganti dari "Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluknya" yang berhasil menyelamatkan polemik internal sekaligus meredam adanya perpecahan di awal-awal pendirian Republik Indonesia. 

Kiai Wahid sedari muda sangat menggemari kegiatan membaca, baik kitab kuning klasik maupun literatur berbahasa asing. Semua dilahapnya. Keluasan pengetahuannya membuat kiai Wahid sangat menjunjung tinggi keberagaman. Pandangan hidup yang ramah terhadap perbedaan ini sudah muncul bahkan sejak kiai Wahid memasuki usia remaja.

Suatu ketika ia membuat heboh para santri di Pesantren Tebuireng. Para santri waktu itu, terbiasa menggunakan sarung dan pakaian muslim khas anak santri. Tapi, Wahid muda justru menanggalkan sarungnya dan tampil menggunakan celana panjang, pakaian yang bahkan oleh ayahnya sendiri enggan digunakan atau bahkan ditolak. 

Kiai Wahid dikenal sebagai tokoh yang moderat, substantif, dan inklusif. Beliau sangat disegani oleh kalangan tokoh-tokoh politik. Semua kalangan memiliki hubungan dekat dengan kiai Wahid. Bahkan Gus Dur pernah menceritakan mengenai hubungan pertemanan Kiai Wahid dengan tokoh penting komunis yakni Tan Malaka. Hal ini membuktikan keterbukaan seorang Kiai Wahid Hasyim. 

Dengan penuh rasa bangga, saya selalu ceritakan sosok Kiai Wahid Hasyim pada murid-murid kami di madrasah. Bahwa republik ini didirikan oleh para kiai dan santri dari kalangan pesantren dan madrasah. Optimis mereka akan bangga pada pendidikan madrasah dan pesantren. Serta tulus mencintai negeri ini tanpa pamrih.  

Selamat ulang tahun, Kiai. Para santri dan kalangan pesantren siap mengamalkan lima sila sebagai landasan berbangsa dan bernegara. Sekali lagi, selamat ulang tahun bapak republik kami. (Abdur Rouf Hanif)