Internasional

Barcode Vaksin RI Tak Terbaca di Sistem Arab Saudi, Ini Penjelasan Kemenkes

Jumat, 24 September 2021 | 04:00 WIB

Barcode Vaksin RI Tak Terbaca di Sistem Arab Saudi, Ini Penjelasan Kemenkes

Ilustrasi scan barcode vaksin. (Foto: ITDC)

Jakarta, NU Online

Konsul Haji Kosulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah Endang Jumali mengatakan, sistem QR Code sertifikat vaksin Covid-19 Indonesia tidak bisa terbaca di bandara Arab Saudi. Hal itu ditemukan Jumali saat melakukan uji coba sertifikat vaksin Covid-19 beberapa waktu lalu. 


"Kami sudah mencoba beberapa kali membaca QR Code sertifikat dari Indonesia sampai pada saat kami uji coba itu belum bisa terbaca," kata Jumali dalam diskusi daring, Selasa lalu.


Menyikapi problem tersebut, juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pihaknya terus berupaya menyelesaikan kendala sistem QR Code pada sertifikat vaksin Indonesia yang tak terbaca di bandara Arab Saudi.


"Iya, ini sedang kita coba selesaikan ya," kata Nadia di Jakarta, Kamis (23/9) dilansir kompas.com.


Nadia menyampaikan, kendala yang dialami itu lantaran adanya upaya penggabungan platform digital semacam PeduliLindungi dalam lingkup global. Namun, ia tidak membeberkan secara detail nama dari platform global tersebut.


Pemerintah Arab Saudi telah mengizinkan penggunaan dua vaksin Covid-19 produksi asal China, Sinovac dan Sinopharm bagi para calon jemaah umrah. Namun, para jamaah wajib disuntik salah satu dari empat vaksin lainnya seperti Pfizer, Moderna, AstraZeneca dan Jhonson and Jhonson sebagai booster.


Adapun Indonesia masih masuk dalam daftar negara yang masih ditangguhkan untuk mengirimkan jamaah umrah ke Saudi hingga saat ini. Hal itu tak lepas dari Edaran General Authority Civilization Aviation Nomor 4/43917 pada tanggal 2 Februari 2021 lalu belum dicabut Saudi.


Situasi vaksinasi di Indonesia

Sebelumnya, Ketua PBNU bidang Kesehatan, Syahrizal Syarif memaparkan soal situasi vaksinasi di Indonesia yang masih jauh dari target. Data terakhir Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat bahwa orang yang menerima suntikan vaksin dosis kedua baru mencapai 21 persen dari target sasaran 208 juta penduduk Indonesia. 


Dikatakan Epidemiolog dari FKM UI itu, beberapa negara di dunia yang sudah menjalankan vaksinasi mencapai 50 persen pun masih saja muncul gelombang Covid-19 dan mengalami lonjakan kasus sangat tinggi. Menurut Syahrizal, Indonesia membutuhkan evaluasi pada tiga sampai empat bulan ke depan. 


“Jadi, paling tidak November atau Desember melakukan evaluasi. Mudah-mudahan tidak terjadi gelombang ketiga. Pertimbangan dari saya itu saja yaitu mutasi virus yang terus terjadi, situasi vaksinasi kita, dan situasi Covid-19 di Indonesia yang masih lemah dalam soal tracing sehingga perlu diperbanyak,” kata Syahrizal.


Pewarta: Fathoni Ahmad

Editor: Kendi Setiawan