Internasional

ICC Diminta Adili Kejahatan Israel di Palestina

Senin, 18 Maret 2013 | 17:58 WIB

Jakarta, NU Online
Pengadilan Russell untuk Palestina atau yang dikenal dengan The Russell Tribunal on Palestine (RToP) telah meminta Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk menyelidiki kejahatan yang dilakukan rezim Israel di wilayah pendudukan Palestina.
<>
Pada pertemuan di Brussels akhir pekan lalu, Pengadilan Rakyat Internasional yang meskipun tak memiliki status legal namun bertujuan untuk menarik perhatian internasional terhadap pendudukan Israel di wilayah Palestina. Mereka mengatakan, akan mendukung semua inisiatif masyarakat sipil dan organisasi internasional yang bertujuan untuk membawa Israel di depan Mahkamah Kriminal Internasional. Demikian dilaporkan kantor berita Agence France-Presse (AFP).

The Russell Tribunal on Palestine (RToP) dibentuk pada Maret 2009. Badan ini ditujukan untuk menggalang dan mempertahankan inisiatif untuk mendukung hak-hak rakyat Palestina. RToP adalah bagian dari Pengadilan Russell, yang juga dikenal sebagai Pengadilan Kriminal Perang Internasional atau Pengadilan Russell-Sartre. Ia merupakan badan publik yang dikelola oleh filsuf Inggris Bertrand Russell dan dilaksanakan oleh filsuf Perancis Jean-Paul Sartre.

Pengadilan ini telah mengumpulkan bukti sejak 2009 sebelum akhirnya menelurkan 26 rekomendasi dalam sesi kelima dan terakhir pada pertemuannya di Brussels.

Sebelumnya, Sidang pertama diselenggarakan di Barcelona pada 1-3 Maret 2010 untuk menyelidiki keterlibatan dan sikap masa bodoh Uni Eropa dan negara-negara anggotanya terhadap kejahatan Israel. Sidang kedua digelar di London pada 20-22 November 2010 yang menyelidiki keterlibatan korporasi internasional dalam kejahatan. Sidang ketiga digelar di Cape Town, pada 5-7 November 2011; dan sidang keempat digelar di New York pada 6-7 Okober 2012 yang berfokus pada keterlibatan PBB dan Amerika Serikat dalam kejahatan. Adapun pada 16-17 Maret 2013  sidang terakhir digelar di Brussel di mana hakim pengadilan menyimpulkan temuan-temuan sidang, seperti dilaporkan russelltribunalonpalestine.com.

Kesimpulan itu mencakup “penyelidikan kriminal lanjutan terhadap sejumlah korporasi yang membantu dan bersekongkol dalam kejahatan Israel” dan “pembentukan Komite internasional mantan tahanan politik untuk mengkampanyekan isu-isu para tahanan”.

Pada tanggal 29 November 2012, Palestina telah dianugerahi status pengamat di Majelis Umum PBB. Status ini telah memungkinkan Palestina mengakses badan-badan PBB dan ICC.

Anggota majelis pengadilan telah mengkritik Amerika Serikat, PBB, dan Uni Eropa karena terlibat dalam mendukung pelanggaran Israel terhadap hukum internasional.

Pengadilan juga meminta ICC mengakui yurisdiksi Palestina. Pengadilan menyerukan kepada sidang khusus Komite Khusus PBB melawan Apartheid yang dibentuk pada 1962 sebagai kerangka dasar sanksi internasional terhadap kejahatan di Afrika Selatan, untuk juga memeriksa kejahatan Israel.

Pengadilan tersebut juga menuntut boikot terhadap semua impor barang yang diproduksi di wilayah Palestina yang diduduki Israel, terutama yang diproduksi di pemukiman Israel di Tepi Barat yang diduduki Israel.

Namun demikian Israel tetap keras kepala. Pemerintah kolonial ini mengabaikan kesimpulan Pengadilan dengan menyatakan tuntutan itu tak punya kekuatan nyata.

Juru bicara kementerian luar negeri Israel Yigal Palmor mengatakan: “Mereka bisa menulis apa yang mereka suka, tapi mereka hanya mewakili diri mereka sendiri. Pengadilan Russel hanya badan swasta tanpa kekuatan hukum dan politik, mereka hanya punya kekuatan moral bagi anggota-anggota saja”.

Redaktur    : Hamzah Sahal
Kontributor : Mh. Nurul Huda