Oleh H Khumaini Rosadi
Sabtu dan Ahad adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh para Buruh Migran Indonesia (BMI) yang ada di Hong Kong. Dua hari itu mereka banyak yang libur bekerja. Kesempatan ini mereka gunakan untuk kumpul-kumpul bersama teman-teman seperjuangan, dan bersilaturahim.
Tempat titik kumpul mereka pun sederhana saja, tidak muluk-muluk. Tidak harus mahal ke gedung. Tidak menyewa pendopo atau mem-boking hotel. Simpel dan fleksibel, yaitu hanya menggelar tikar di bawah jembatan atau tangga penyeberangan yang kosong, sudah jadi. Inilah breakpoint ala diaspora Indonesia. Tempat titik kumpulnya orang-orang Indonesia dari berbagai daerah.
Kumpul-kumpul mereka pun bermacam-macam tujuan. Ada yang main arisan, paguyuban, kesenian, keterampilan, bahkan pengajian. Jangan mengira bahwa di Hong Kong itu tidak ada pengajian. Buktinya di sini banyak majelis taklim dan komunitas muslimah. Di sini ada BMI bisa mengaji Al-Qur'an, menambah wawasan dengan berbagai macam keterampilan, serta bergabung dengan himpunan atau perkumpulan yang membentangkan kebaikan.
Jumlah BMI di Hong Kong lebih dari 140.000, didominasi oleh kalangan perempuan. Sedikit sekali saya temui BMI laki-laki di Hong Kong. Saya pun meyakini, di sinilah dibutuhkan pencerahan dan motivasi kebaikan untuk para BMI. Terutama di bulan Ramadhan ini, pencerahan dari para ustadz dan ustadzah untuk mengingatkan agar mereka selalu beramal shaleh dan menjaga iman.
Di bulan Ramadhan ini, banyak didatangkan para ustadz dan ustadzah dari Indonesia. Para dai berasal dari berbagai lembaga maupun PCINU Hong Kong.
Para dai yang didatangkan harus mumpuni dalam keilmuan, fasih membaca Al-Qur;an, hafal Al-Qur'an minimal sepuluh juz. Mereka juga harus mahir berbahasa Arab dan Inggris. Yang juga penting, para dai harus dapat menyampaikan pesan kebaikan dengan penuh hikmah, karena setiap selesai pengajian akan ada sesi tanya jawab.
Dalam tanya jawab itu ada pertanyaan-pertanyaan dari para buruh migran yang sedikit di luar dari apa yang dibayangkan sebelumnya. Mungkin tidak pernah kita mendengarnya ketika belajar di pesantren. Bisa jadi para ustadz atau ustadzah akan kaget mendapatkan pertanyaan, dan ternyata pertanyaan itu kasusnya hanya ada di Hong Kong.
Oleh karena itu dibutuhkan pengetahuan dan juga keilmuan yang mumpuni. Tidak asal menjawab, tidak juga asal menghalalkan dan memudahkan, sehingga mereka menjadi kebingungan serta malah tidak punya pedoman.
Di breakpoint atau titik kumpul para diaspora Indonesia itulah para BMI mendegarkan paparan para dai dan mengajukan pertanyaan. Menyadari semangat para BMI dalam mengkaji agama saya berdoa semoga mereka diberikan kemudahan untuk menjalankan ibadah pada bulan Ramadhan. Saya juga berdoa mereka mendapatkan ridha dari Allah subhanahu wa ta'ala serta diberikan kebebasan menjalankan ibadahnya oleh majikan masing-masing. Amin ya robbal alamin.
Penulis adalah Corps Dai Ambassador, Tim Inti Dai Internasional dan Multimedia (TIDIM) LDNU yang ditugaskan ke Hong Kong.