Internasional

Muhammad bin Salman, Babak Sejarah Baru bagi Arab Saudi

Senin, 6 November 2017 | 03:00 WIB

Jakarta, NU Online
Direktur Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia (UI) Abdul Mutaali mengatakan, diangkatnya Muhammad bin Salman (32) sebagai putra mahkota Kerajaan Arab Saudi adalah sebuah babak sejarah baru bagi negeri petro dolar tersebut. Selama ini, Arab Saudi selalu mengangkat pangeran dengan umur yang sudah uzur sebagai putra mahkota dan pengganti raja.

“Muhammad bin Salman adalah new history bagi Saudi. Kelak jika sang ayah (Salman bin Abdulaziz) mangkat,  Saudi akan dipimpin oleh generasi ketiga bukan lagi putra Abdul Aziz melainkan cucu,” kata Mutaali kepada NU Online melalui aplikasi pesan Whatsapp, Ahad (5/11) malam.

Dengan demikian, Arab Saudi akan dipimpin oleh generasi ketiga keluarga jika raja saat ini Salman bin Abdulaziz sudah tiada. Tentu ini akan menimbulkan gesekan yang hebat di antara keluarga kerajaan. Meski Muhammad bin Salman berasal dari keturunan Sudairy yang sangat dihormati, namun keturunan dari klan lainnya juga tidak akan tinggal diam dengan posisi Muhammad bin Salman saat ini mengingat masih ada generasi kedua kerajaan yang dianggap lebih berhak. 

“Belum lagi usia sang putra mahkota yang sangat belia, 32 tahun. Kecemburuan kelas dewa yang sulit dibendung (dalam keluarga kerajaan Arab Saudi),” jelasnya.
     
Reformasi Kerajaan Arab Saudi

Dalam beberapa bulan terakhir, Muhammad bin Salman seolah membuat dunia tercengang. Membangun tempat wisata, menyebarkan Islam moderat, dan terakhir melakukan penangkapan sebelas pangeran dan empat mantan menteri dengan dugaan kasus korupsi adalah sederet sepak terjang dari sang putra mahkota. 

“Penegakan hukum terkait kejahatan terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Putra Mahkota Muhammed bin Salman adalah langkah yang harus diapresiasi, terlepas kemungkinan adanya motif politis,” jelasnya.

Menurut dia, apa yang dilakukan oleh sang putra mahkota tersebut adalah sebagai upaya untuk testimoni legalitas dan unjuk kemampuannya sebagai calon Raja Arab Saudi. Di samping itu, Muhammad bin Salman juga sedang mencari teman untuk membangun dan mewujudkan visi Arab Saudi tahun 2030. 

“Ia (Muhammad bin Salman) tidak ingin diremehkan. Itu sebabnya kenapa tokoh sekaliber Alwaleed bin Talal ikut ditangkap,  konglomerat terkaya di Middle East. Muhammad hendak membuktikan leadershifnya,” urainya.

Penangkapan pangeran Arab Saudi tersebut, imbuh Mutaali, akan menimbulkan konfrontasi yang terbuka diantara keturunan keluarga kerajaan. Namun demikian, konfrontasi ini tidak akan sampai pada tahap disintegrasi nasional Arab Saudi. Mutaali menilai sang putra mahkota lah yang akan memenangkan konfrontasi tersebut. 

“Sebelum melakukan reformasi ini Muhammad sudah terlebih dahulu konsultasi dengan AS. Inilah jaminan politis yang didapatkan oleh sang putra mahkota,” tegasnya. 

Mutaali menilai, kunci keberhasilan reformasi Muhammad bin Salman juga adalah dukungan dari lembaga ulama Saudi. Sejauh ini, peran dan kontribusi ulama dalam hal kenegaraan dan pemerintahan tidak bisa dianggap remeh. Sejarah mencatat, Keluarga Saud berhasil merdeka dari Kesultanan Usmani karena menggandeng ulama. 

“Sebuah kesalahan besar  ketika Muhammad membangun konfrontasi dengan ulama. Jika hal itu terjadi,  justru reformasi ini hanya akan memukul dirinya sendiri,” tutupnya. (Red: Muchlishon Rochmat)