Internasional

Nikmatnya Ramadhan di Maroko (2-Habis)

Jumat, 25 Mei 2018 | 20:00 WIB

Sementara itu, Safrie Ilman Bisri Imam, pelajar Madrasah al-Fath Khos li Ta'lim al-'Atiq, Aioun, Maroko menuturkan bahwa kebiasaan warga Maroko sahur di tengah malam, meski Subuh sekitar pukul tiga pagi. “Sahurnya mereka di jam 12, ya mungkin tradisi nya memang seperti itu,” katanya.

Beberapa masyarakat Indonesia di sana, katanya, meminta pengajian khusus kepada ustadz-ustadz. “Orang Indonesia biasanya minta pasaran (istilah ngaji kitab khusus bulan Ramadhan) sama ustadz utadz gitu,” tuturnya.

Menjelang sore, Safrie dan rekan-rekannya biasa ngabuburit ke pasar yang letaknya tak jauh dari tempat tinggalnya. Di sana, pelajar yang mendapat beasiswa melalui jalur PBNU itu membeli buah buah untuk berbuka. Menariknya, tak jarang ia mendapati barang yang dibelinya itu sudah dibayarkan oleh orang lain.

“Sering kita beli dan tiba tiba ada yang bayarin. Terus mereka bilang taqro alquran, bahasa Darijah yang artinya kamu belajar Al-Qur’an. Lalu, kita jawab, na'am naqro al-Qur'an wa ulum al-syar'i',” kisahnya.

Ia juga terkadang tak perlu membayar atau mendapat diskonan dari pedagangnya karena hal yang sama. “Ya kadang dikasih gratis sama pedagangnya atau dikurangi harganya juga,” imbuhnya.

Masyarakat Maroko biasa melakukan hal tersebut untuk para pelajar di sana. Mereka meyakini, bahwa pelajar merupakan orang yang sedang berjihad di jalan Allah.  “Biasanya mereka bilang antumu fi sabilillah,” lanjut pelajar asal Pondok Pesantren Gedongan, Cirebon, Jawa Barat itu. (Syakir NF/Abdullah Alawi)