Oleh: H Khumaini Rosadi
"Jangan lupa beli oleh-oleh ya! Minta tempelan kulkas dong, yang ada tulisan Hong Kong. Saya mau koleksi tempelan kulkas dari luar negeri, yang Belanda dan Italia sudah punya," begitu pesan Ismiarni, salah satu teman saya di SMA YPK Bontang Kalimantan Timur.
"Nitip gantungan kuncinya yah, yang khas Hong Kong," kata-kata serupa itu juga pasti selalu ada di setiap komentar postingan facebook, whatsapp, line, atau secara langsung diucapkan setelah merek tahu bahwa saya ke Hong Kong selama Ramadhan.
Oleh-oleh atau buah tangan adalah tanda mata untuk diberikan kepada teman agar turut mendapatkan cipratan kebahagiaan dari jalan-jalan temannya. Hukum membawa oleh-oleh tidak wajib, tetapi lebih baik membawa meskipun hanya sebatas tempelan kulkas saja. Tidak harus mahal. Tidak harus besar. Yang murah-murah saja, atau yang lucu-lucu. Oleh-oleh ini juga merupakan bentuk perhatian kepada teman karena sudah turut mendoakan agar perjalanannya lancar dan bisa memberikan manfaat.
Teringat hal itu, Kamis (24/5), saya berjalan-jalan ke Mong Kok. Mong Kok dikenal dengan ladies market, pasarnya perempuan. Pasalnya yang banyak belanja di sana adalah perempuan, meskipun ada juga laki-laki yang ikut berbelanja. Tidak jauh beda dengan pasar malam yang ada di sudut-sudut kota Jakarta. Sempit, panas, tapi banyak pilihan. Kalau mau beli oleh-oleh murah khas Hong Kong, di sinilah tempatnya. Para Buruh Migran Indonesia (BMI) pun kalau mau pulang ke Indonesia, mereka datang ke sini untuk memborong oleh-oleh sebagai tanda mata buat orang-orang yang tersayang.
(Baca: Kerja Keras BMI di Hong Kong Pertahankan Iman)
Saya pergi ke sana tidak sendirian, karena saya ditemani oleh teman, dai Ambassador 2018 yang bertugas di Hong Kong. Lalu ada Zulfirman dan Eva Muzlipah. Serta Bu Qomariah, BMI asal Madiun yang akan pulang ke Indonesia dan tidak kembali lagi ke Hong Kong. Dia bilang ingin fokus mengurus keluarga di Indonesia.
Mongkok, terletak di Tung Choi Street. Perjalanan ke Tung Choi ditempuh dengan transportasi MTR (Mass Transit Railway) atau kereta cepat bawah tanah. Dari Causeway Bay naik MTR menuju Admiralty, lanjut lagi menuju Mongkok. Ongkos naik MRT menuju ke sana pun terbilang murah, sekitar $2,3 DHK. Seperti naik busway di Jakarta, selama belum keluar, masih di dalam batasan area masuk, tidak ada biaya tambahan.
(Baca: BMI Hong Kong Shalat di Taman Victoria)
Pedagang di Mong Kok rata-rata bisa sedikit-sedikit berbahasa Indonesia. Setiap transaksi pedagang menunjukkan harga dengan kalkulator. Tawar menawar pun dilakukan dengan menunjukkan angka jadi di kalkulator. Barang-barang yang dijual pun bermacam-macam. Mulai asesoris HP sampai asesoris mobil, pernak-pernik perempuan, tas-tas koper, dan pakaian-pakaian.
Kalau jago menawar, maka akan mendapatkan barang bagus dengan harga terjangkau. Ketika melihat bandrol harga tempelan kulkas 5 pcs seharga $25 DHK/Dollar Hongkong, saya berusaha menawar. Setelah terjadi tawar menawar harga, jadilah 5 pcs itu seharga $17 DHK. Akhirnya saya membeli 65 pcs tempelan kulkas itu seharga $200 DHK.
Dengan membawa oleh-oleh sehabis bepergian, akan menjadi pengikat keakraban dengan teman-teman. Tetapi, membawanya oleh-oleh ini jangan sampai menimbulkan kesombongan apalagi sampai penghinaan kepada teman. Saya membeli oleh-oleh itu dengan niatan menjaga silaturahmi. Sebagaimana makna silaturahmi yang berasal dari kata silatun yang berarti mengumpulkan, dan rahmun yang berarti bingkisan. Maka ketika kita mau bersilaturahmi kepada teman setelah berpergiaan yang menyenangkan, datanglah dengan bingkisan, oleh-oleh.
Penulis adalah Corps Dai Ambassador Dompet Dhuafa (Cordofa), Tim Inti Dai Internasional dan Multimedia (TIDIM) LDNU yang ditugaskan ke Hong Kong.