Slovenia Larang Netanyahu Injakkan Kaki di Wilayah Negaranya
NU Online · Jumat, 26 September 2025 | 12:00 WIB
Afrilia Tristara
Kontributor
Jakarta, NU Online
Kementerian Luar Negeri Slovenia memberlakukan larangan perjalanan bagi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Kamis (25/9/2025). Tindakan Slovenia tersebut menjadi yang pertama dilakukan oleh negara anggota Uni Eropa.
"Pemerintah Slovenia memutuskan untuk memberi sanksi kepada Benjamin Netanyahu, PM Israel, setelah sebelumnya melarang dua menteri kabinet yang ekstremis," tulis Kemlu Slovenia dalam pernyataan akun X MFEA Slovenia, Kamis (25/9/2025).
Pada Agustus 2025 lalu, Slovenia juga telah mencekal kedatangan dua menteri Israel, yakni Itamar Ben Gvir dan Bezalel Smotrich karena dianggap terang-terangan menyatakan genosida terhadap rakyat Palestina menyusul kebijakan penghentian perdagangan senjata, sebagaimana dilansir NU Online.
"Keputusan terbaru ini tidak ditujukan terhadap rakyat Israel, melainkan mengirimkan pesan yang jelas kepada Negara Israel bahwa Slovenia mengharapkan implementasi yang konsisten atas keputusan yang dikeluarkan oleh pengadilan internasional dan penghormatan terhadap hukum humaniter internasional," tulis Kemlu Slovenia.
Slovenia menyoroti status Netanyahu yang mestinya tengah bertanggung jawab menghadapi proses hukum yang telah ditetapkan Mahkamah Internasional pada Juni 2024 lalu atas pelanggaran hukum humaniter internasional dan hak asasi manusia.
Larangan terhadap Netanyahu ini menunjukkan semakin menguatnya tekanan internasional terhadap Israel di tengah tuduhan pelanggaran di wilayah Palestina.
Misalnya, menjelang Debat Majelis Umum ke-80 PBB pada pekan lalu, negara barat seperti Prancis, Kanada, dan Inggris yang merupakan sekutu Israel menyatakan pengakuan terhadap kedaulatan Palestina.
Pengamat Hubungan Internasional Universitas Indonesia Agung Nurwijoyo memaparkan setidaknya ada tiga hal yang melandasi dukungan negara-negara Barat tersebut.
"Pertama, kita tidak bisa menafikan negara-negara Eropa tentu punya normative power, mengagungkan nilai dan norma-norma universal" ujar Agung kepada NU Online.
Berangkat dari hal tersebut, ada pergeseran perspektif di Barat yang semula menganggap Israel melakukan pembelaan atas peristiwa 7 Oktober 2023 menjadi genosida.
"Dua tahun berselang perspektif itu berubah di kalangan negara Eropa, di awal mungkin kesannya self-defense tapi ke sininya menjadi tindakan yang tidak bisa diterima akal sehat, melanggar hukum internasional, dan dinyatakan sebagai genosida" paparnya.
Alasan berikutnya adalah adanya aspirasi domestik dari publik secara masif, seperti demonstrasi, yang mendorong elit politik Barat untuk tidak tinggal diam dan memberikan pengakuan terhadap Palestina.
Menurut dia, kebijakan internasional lahir dari dinamika dalam sebuah negara. Aspirasi domestik yang kuat mengharuskan para pemangku kebijakan menunjukkan sikap yang juga perlu menyelamatkan posisi elektoralnya.
Terakhir, Agung mengamati bahwa konflik ini memicu pergolakan di berbagai titik lainnya yang mengancam kerugian lebih besar dari sektor krusial seperti ekonomi dan perdagangan.
"Akibat perang Gaza, ada dinamika di Lebanon dengan Hizbullah. Akibat perang Gaza ada dinamika dengan Iran, dengan Qatar," ujarnya.
Pergolakan-pergolakan tersebut berpotensi mengakibatkan blokade jalur minyak dan gas dunia serta ancaman keamanan kapal-kapal dagang bagi sekutu Israel di Laut Merah yang kini mencakup 13 persen jalur perdagangan dunia. Agung menyimpulkan, Barat tentu tidak menghendaki besarnya kerugian akibat meluasnya genosida Israel di Gaza.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU Hadir Silaturahim di Tebuireng
6
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
Terkini
Lihat Semua