Internasional

Temui Trump, Pangeran MBS Bahas Perjanjian Abraham dengan Syarat Penuhi Solusi Dua Negara

NU Online  ·  Rabu, 19 November 2025 | 16:15 WIB

Temui Trump, Pangeran MBS Bahas Perjanjian Abraham dengan Syarat Penuhi Solusi Dua Negara

Pangeran MBS dan Presiden Donald Trump di White House, Washington DC, Amerika Serikat, Selasa (18/11/2025). (Foto: Instagram White House)

Jakarta, NU Online

 

Perdana Menteri sekaligus Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman menemui Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih di South Lawn, Washington, pada Selasa Malam (18/11/2025) waktu setempat.

 

Pada kunjungan tersebut, Pangeran Mohammed yang kerap disebut MBS mengatakan bahwa pihaknya ingin Arab Saudi menjadi bagian dari Perjanjian Abraham dan menjalin hubungan dengan Israel. Namun, sebelum itu ia menyampaikan bahwa harus memastikan jalur yang jelas menuju solusi dua negara, pengakuan terhadap Palestina.

 

"Ya. Jadi, tentu saja kami percaya memiliki hubungan baik dengan semua negara Timur Tengah adalah hal yang baik dan kami ingin menjadi bagian dari Perjanjian Abraham. Namun, kami juga ingin memastikan bahwa kami mengamankan jalur yang jelas menuju solusi dua negara," ujarnya sebagaimana dikutip NU Online dari Youtube White House, Rabu (19/11/2025).

 

MBS mengatakan bahwa ia menginginkan perdamaian untuk Palestina-Israel dan akan melakukan yang terbaik untuk mencapai hal tersebut.

 

"Kami menginginkan perdamaian untuk Israel. Kami menginginkan perdamaian untuk Palestina. Kami ingin mereka hidup berdampingan secara damai di kawasan ini. Kami akan melakukan yang terbaik untuk mencapai momen tersebut," ungkapnya.

 

Senada, Trump juga mengatakan bahwa pihaknya akan mendiskusikan lebih lanjut tentang Perjanjian Abraham dan Two State Solution.

 

"Saya pikir Anda tahu, saya tidak ingin menggunakan kata komitmen. Tapi kita sudah berdiskusi dengan sangat baik tentang Perjanjian Abraham. Kita bicara tentang satu negara, dua negara. Kita tahu, kita bicara tentang banyak hal dalam waktu singkat. Kita akan membahasnya lebih lanjut juga," ujarnya.

 

Al-Jazeera melaporkan bahwa kedua pemimpin tersebut membicarakan investasi Saudi di AS yang menurut mereka akan mencapai ratusan miliar dolar. 

 

Pada pernyataan awal, Trump mengucapkan terima kasih atas investasi Saudi di Amerika Serikat dengan nilai $600 miliar. "Dan karena dia teman saya, mungkin ini bisa mencapai $1 triliun, tetapi saya harus mengusahakannya," kata Trump.

 

Ia menambahkan bahwa dana Saudi akan menciptakan lapangan kerja dan sumber daya bagi perusahaan AS dan firma investasi Wall Street.

 

Sementara itu, MBS mengatakan bahwa investasi Saudi di AS kemungkinan akan meningkat hingga $1 triliun atau setara dengan Rp16 kuadriliun. Sebab, Kerajaan Arab Saudi ingin menjadi bagian dari fondasi teknologi baru di AS. 

 

“Perjanjian yang kita tandatangani hari ini di banyak bidang teknologi dan AI, material langka, magnet, dan sebagainya akan menciptakan banyak peluang investasi,” ujarnya.

 

Selain investasi, kedua pimpinan negara tersebut melakukan beberapa kesepakatan lain. The New York Times memberitakan bahwa sebelum kunjungan tersebut, sejumlah perjanjian AS-Saudi lainnya juga sedang diproses, termasuk perjanjian tentang kecerdasan buatan, pakta pertahanan bersama, dan perjanjian yang pada akhirnya akan menawarkan Arab Saudi akses ke teknologi nuklir Amerika Serikat

 

Pada Senin (17/11/2025) Trump mengatakan bahwa ia bermaksud menjual pesawat tempur F-35 kepada kerajaan meskipun ada kekhawatiran yang dikemukakan oleh Pentagon tentang risiko yang terlibat dalam penjualan teknologi tersebut kepada sekutu yang memiliki kemitraan keamanan dengan China.

 

Namun, kesediaan Trump untuk menjual teknologi militer buatan Amerika harus terlebih dahulu mengatasi hambatan produksi dan mendapatkan persetujuan Kongres. Trump kemungkinan akan menghadapi kritik dari sekutu lain, terutama Israel, atas kesediaannya menjual teknologi militer canggih AS kepada Saudi. Ada juga kekhawatiran bahwa Tiongkok pada akhirnya dapat memperoleh akses ke teknologi tersebut.

 

Trump juga mengatakan bahwa ia mengangkat Arab Saudi ke peran sekutu non-NATO utama, sebuah perbedaan yang berarti bahwa kerajaan dan AS telah sepakat untuk bekerja sama secara erat dalam inisiatif militer dan ekonomi. 

 

Kendati demikian, kunjungan Putra Mahkota tersebut menuai banyak kecaman. Melansir Reuters, kontroversi atas pembunuhan Jamal Khashoggi, seorang kolumnis Washington Post dan kritikus kepemimpinan Saudi yang berbasis di AS, berkobar lagi di Ruang Oval di depan kamera saat penguasa de facto kerajaan itu melakukan kunjungan pertamanya ke Gedung Putih setelah lebih dari tujuh tahun berusaha untuk lebih memulihkan citra globalnya yang ternodai atas insiden tersebut.

 

Badan Intelijen AS mengklaim bahwa MBS yang menyetujui penangkapan atau pembunuhan Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul. 

 

Menanggapi hal tersebut, Trump menegaskan bahwa MBS tidak tahu apa-apa tentang pembunuhan jurnalis bernama Jamal Khashoggi tahun 2018 oleh agen Saudi. Ia memberikan pembelaan keras terhadap Putra Mahkota Saudi yang bertentangan dengan penilaian Badan Intelijen AS.

 

"Banyak hal terjadi, tetapi dia tidak tahu apa-apa tentang itu, dan kita bisa berhenti di situ," ujar Trump.

 

"Banyak orang tidak menyukai pria yang Anda bicarakan itu, entah Anda menyukainya atau tidak," lanjut Trump kepada para wartawan.

 

Sementara itu, MBS membantah telah memerintahkan operasi tersebut, tetapi mengakui tanggung jawabnya sebagai penguasa de facto kerajaan. Ia mengatakan bahwa pihaknya turut merasa sakit mendengar berita kematian Khashoggi.

 

"Kami telah memperbaiki sistem kami untuk memastikan tidak ada yang terjadi seperti itu. Dan ini menyakitkan dan merupakan kesalahan besar," ujarnya kepada para wartawan.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang