Jateng

Infrastruktur Pesantren Harus Standar Aman, Sehat, dan Nyaman

NU Online  ·  Jumat, 24 Oktober 2025 | 21:00 WIB

Infrastruktur Pesantren Harus Standar Aman, Sehat, dan Nyaman

Halaqah Pengasuh Pesantren bertema “Arsitektur, Desain, Tata Ruang, dan Infrastruktur Pesantren” RMI PWNU Jawa Tengah yang digelar di Pondok Pesantren Nurul Qur’an, Simo, Boyolali, Selasa (21/10/2025).

Boyolali, NU Online Jateng 

Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah mendorong penguatan standar infrastruktur dan tata ruang pesantren agar lebih aman, sehat, dan nyaman sesuai standar. Komitmen tersebut ditegaskan dalam kegiatan Halaqah Pengasuh Pesantren bertema “Arsitektur, Desain, Tata Ruang, dan Infrastruktur Pesantren” yang digelar di Pondok Pesantren Nurul Qur’an, Simo, Boyolali, Selasa (21/10/2025).


Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber utama, yakni KH Abu Choir dari RMI PWNU Jawa Tengah dan Ashar Saputra dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Forum diikuti oleh para pengasuh pesantren dari berbagai daerah di Jawa Tengah yang selama ini menghadapi beragam persoalan dalam pengelolaan infrastruktur, mulai dari izin mendirikan bangunan (IMB), status tanah wakaf, hingga keterbatasan tenaga teknis.


Dalam paparannya, KH Abu Choir menegaskan bahwa sarana merupakan bagian dari dua arkanul ma’had yang dikristalkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, yaitu asrama dan masjid. Kedua aspek ini memiliki nilai filosofis yang tidak sekadar bangunan.


“Bahkan asrama santri, masjid, dan rumah kiai ibarat pertemuan simbolik interaksi manusia menuju kebaikan hakiki. Gus Dur pernah mengilustrasikan cerita pewayangan, di mana santri ialah para salik yang beriyadhah menuju baik dan kiai ialah para mursyid yang membimbingnya, sedangkan masjid adalah medan Kurusetranya. Oleh karena itu, keberadaan asrama santri, rumah atau dalem kiai, masjid, dan infrastruktur pesantren lainnya tidak boleh sampai kehilangan makna sebagai tempat pendidikan,” jelasnya.


"Namun demikian, tetap harus memperhatikan nilai-nilai dasar ilmu teknik pembangunan, sehingga menjamin santri aman, sehat, dan nyaman," tegasnya.


Lebih lanjut, Abu Choir menyampaikan bahwa penting bagi pesantren menjaga kemandirian agar nilai sarana dapat mendukung pendidikan holistik santri, namun tetap memperhatikan aspek keselamatan dan kenyamanan.


“Pesantren adalah lembaga mandiri yang harus tetap menjaga nilai-nilai dan tradisinya. Namun kemandirian itu tidak berarti mengabaikan standar keselamatan dan kelayakan bangunan,” ujarnya.


Halaqah ini menjadi bagian dari peringatan Hari Santri 2025 sekaligus upaya RMI dalam memperkuat kapasitas kelembagaan pesantren, tidak hanya di bidang pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat, tetapi juga dalam pengelolaan infrastruktur yang aman, sehat, dan berkelanjutan.


“Kami ingin pesantren menjadi tempat belajar yang nyaman, tertata, dan tetap berakar pada nilai-nilai tradisi pesantren dalam bingkai Ahlussunnah wal Jamaah,” tutur Abu Choir menutup sesi diskusi.


Sementara itu, Ashar Saputra menjelaskan bahwa pembangunan pesantren idealnya melalui empat tahap penting: perencanaan, konstruksi, operasional dan pemeliharaan, serta evaluasi bangunan. Setiap tahap, menurutnya, memerlukan keterlibatan tenaga ahli agar bangunan yang dihasilkan sesuai fungsi dan aman digunakan dalam jangka panjang.


“Banyak pesantren membangun secara swadaya tanpa perencanaan teknis. Padahal, keamanan dan kelayakan bangunan menjadi bagian dari tanggung jawab moral pengasuh,” jelasnya.


Seengkapnya klik di sini.
 

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang