Sejatinya manusia merupakan makhluk yang banyak salah dan pelupa. Sejak dilahirkan sampai dewasa, pasti memiliki kesalahan, terutama kepada sesama manusia
Bisa jadi hati kita keras dan gelap, karena merasa sombong, merasa memiliki sedikit kelebihan dari orang lain. Seperti orang yang akan kita mintai maaf lebih muda dari kita, lebih miskin, atau status sosial dan jabatannya lebih rendah dari kita. Inilah yang sangat disayangkan dan dikhawatirkan, karena mungkin kita memiliki penyakit hati yang keras.
Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 67-74 menggambarkan kondisi penyakit hati tersebut ketika mengisahkan tentang Bani Israil. Mereka dilukiskan sebagai orang-orang yang sulit menerima kebenaran meskipun bukti nyata telah hadir di depan mata. Hati mereka mengeras seperti batu, bahkan bisa lebih keras lagi. Penyakit ini susah disembuhkan karena yang mesti dihadapi penderitanya adalah dirinya sendiri. Egoisme, gengsi, atau perasaan paling istimewa, biasanya menjadi biang keladi mengapa hati seseorang membatu sehingga sukar dimasuki kebenaran dan kebaikan yang datang dari luar dirinya. Namun, susah disembuhkan bukan berarti tidak bisa diobati.
Dikisahkan, suatu hari seorang laki-laki datang mengadu kepada Rasulullah saw tentang hatinya yang keras (qaswatul qalb). Nabi menjawab:
إن أردت تلين قلبك، فأطعم المسكين، وامسح رأس اليتيم
Artinya, “Jika kamu ingin melunakkan hatimu maka berilah makan orang miskin dan usaplah kepala anak yatim” (HR al-Hakim dalam al-Mustadrak).
Dalam hadits tersebut, Rasulullah menganjurkan orang yang keras hatinya untuk melatih diri berempati pada orang-orang lemah. Empati tersebut diwujudkan salah satunya dengan memberi makan orang miskin. Makan adalah diantara kebutuhan primer (hâjiyât) setiap manusia. Syukur-syukur makan bersma mereka dalam satu nampan. Seperti yang diajarkan oleh nabi Ibrahim, selalu mencari orang ketika ingin memakan.
Miskin di sini adalah orang yang penghasilannya hanya bisa mencukupi keperluan pokok tersebut tanpa bisa menambah kebutuhan sekunder lainnya. Lebih dari miskin disebut fakir. Keduanya merupakan kelompok rentan yang sama-sama membutuhkan uluran tangan. Atau kita juga bisa melatih jiwa kita dengan cara akan makan ketika sudah merasakan lapar yang sangat, supaya bisa merasakan laparnya orang-orang yang kekurangan. Hal ini dicontohkan oleh nabi Yusuf yang selalu makan ketika perut sudah merasakan lapar sekali.
Ibnu Rajab al-Hanbali saat menjelaskan hadits ini mengatakan bahwa bergaul dengan orang-orang miskin dapat meningkatkan rasa ridha dan syukur seorang hamba atas nikmat yang dikaruniakan oleh Allah.
Sebaliknya, bergaul dengan orang kaya potensial membuatnya kurang menghargai rezeki yang diterimanya. Selanjutnya tentang “mengusap kepala anak yatim” di sini merupakan kiasan dari anjuran untuk menyayangi, berlemah lembut, dan mengayomi mereka. Seperti zaman sekarang jika kita bergaul dengan orang yang glamor, selalu mengedepankan penampilan dan tampilan lahiriah, maka otomatis kita akan terbawa juga, karena ikut mengimbangi.
Tentang hal ini, Nabi bersabda:
من مسح رأس يتيم أو يتيمة لم يمسحه إلا لله ، كان له بكل شعرة مرت عليها يده حسنات ، ومن أحسن إلى يتيمة أو يتيم عنده ، كنت أنا وهو في الجنة كهاتين ، وقرن بين أصبعيه
Artinya, “Barangsiapa yang mengusap kepala anak yatim laki-laki atau perempuan hanya karena Allah, baginya setiap rambut yang diusap dengan tangannya itu mengalirkan banyak kebaikan, dan barangsiapa berbuat baik kepada anak yatim perempuan atau laki-laki yang dia asuh, aku bersama dia di surga seperti ini (Nabi menyejajarkan dua jarinya).”
Dalam hadits itu dijelaskan, Allah akan memberikan kebaikan kepada orang-orang yang mengusap kepala anak yatim. Sebagaimana kita ketahui, anak yatim sangat membutuhkan kasih sayang karena orang tuanya yang sudah tiada. Dengan mengusap kepala mereka, akan menimbulkan rasa kasih sayang dan peduli pada sesama.
Hidup bersama orang yang kekurangan bukanlah kehinaan, melainkan pendidikian jiwa, sekolah bagi hati. Karena jiwa kita akan diajarkan bagaimana hidup dengan sederhana, selalu bersyukur dan menerima segala pemberian dari Allah swt. Jika kita bisa istiqamah, insyaAllah hati kita akan hidup, bercahaya selama-lamanya.
(Yudi Prayoga, Sekretaris MWCNU Kedaton, Bandar Lampung)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: 4 Maksiat Hati yang Bisa Hapus Pahala Amal Ibadah
2
Khutbah Jumat: Jangan Golput, Ayo Gunakan Hak Pilih dalam Pilkada!
3
Poligami Nabi Muhammad yang Sering Disalahpahami
4
Peserta Konferensi Internasional Humanitarian Islam Disambut Barongsai di Klenteng Sam Poo Kong Semarang
5
Kunjungi Masjid Menara Kudus, Akademisi Internasional Saksikan Akulturasi Islam dan Budaya Lokal
6
Khutbah Jumat Bahasa Sunda: Bahaya Arak keur Kahirupan Manusa
Terkini
Lihat Semua