Nasional

Alissa Wahid Jelaskan 3 Hal yang Perlu Didorong untuk Calon Pemimpin Indonesia

Rabu, 22 November 2023 | 19:30 WIB

Alissa Wahid Jelaskan 3 Hal yang Perlu Didorong untuk Calon Pemimpin Indonesia

Ketua PBNU Alissa Wahid sedang memantik diskusi pada acara Maklumat Politik Ulama Perempuan di Auditorium FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Senin (20/11/2023). (Foto: tangkapan layar Youtube UIN Jakarta)

Jakarta, NU Online

Ketua PBNU Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Alissa Wahid mengatakan jelang pemilihan umum atau Pemilu 2024 mendatang calon pemimpin harus memastikan keadilan merata bagi segenap warga negara.


Hal ini disampaikan dalam sesi talkshow pada diskusi publik dan pembacaan maklumat politik ulama perempuan yang diselenggarakan oleh Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) bekerja sama dengan Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) dan FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


"Ada tiga hal yang perlu kita dorong kepada calon pemimpin kita nanti. Pertama, mereka harus memastikan keadilan seutuhnya atau keadilan hakiki menjadi cara pandang utama. Kedua, mereka harus punya kebijakan yang berpihak pada kelompok yang terpinggirkan. Ketiga, memastikan setiap agenda pembangunan membawa perspektif yang adil, termasuk adil gender, dan khas untuk perempuan (afirmasi)," kata Alissa.


Alissa berharap setiap kebijakan yang dibuat para pemimpin nanti betul-betul dengan pandangan keadilan hakiki. Bukan hanya formalitas atau prosedural saja. Tetapi memang tujuannya untuk mewujudkan rakyat adil, makmur, dan sentosa.


"Kita harus menuntut para pemimpin atau para pembuat legislasi memastikan keadilan seutuhnya. Meminjam bahasa Ibu Nyai Nur Rofiah, keadilan hakiki menjadi cara pandang utama," terang Alissa.


Kedua, agar bisa mewujudkan keadilan seutuhnya para pemimpin bangsa didorong  memiliki keberpihakan terhadap masyarakat yang dilemahkan dan terpinggirkan. Mereka adalah kelompok disabilitas, kelompok-kelompok adat yang jauh dari keramaian urban.


"Itu penting sekali. Karena kalau kita selalu berpikir kebutuhan mainstream, maka yang tertinggal itu adalah orang-orang yang mustadh’afin. Mereka yang dilemahkan oleh sistem," ungkapnya.


Lebih dari itu, yang tak kalah penting keadilan kepada kelompok perempuan yang menempati 50 persen atau setengah dari jumlah penduduk di Indonesia.


"Meski secara prosedural pintunya sudah dibuka, tapi secara faktual masih banyak hal yang membuat perempuan itu belum punya agensi yang cukup, dan bisa menjadi counter part yang adil bagi laki-laki," bebernya.


Alissa mencontohkan peran perempuan di dunia bisnis yang masih terdapat glass ceiling cukup besar. Pekerjaan yang sama namun gaji berbeda. Misalnya upah CEO perempuan lebih rendah dibandingkan CEO laki-laki.


"Seperti di perusahaan di mana saya bekerja. Saya menjadi komisaris itu, sales banyak sekali dari perempuan, tapi sales manajer berasal dari laki-laki semua. Nah ini adalah situasi faktual kita. Maka kemudian penting sekali para pemimpin kita berpikir untuk benar-benar adil," paparnya.


Ketiga, memastikan setiap agenda pembangunan membawa perspektif adil gender. Sebagaimana Inpres presiden No.9 Tahun 2000 yang pernah dikeluarkan pada masa pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. 


Inpres tersebut, kata Alissa, dihadirkan untuk memastikan perspektif adil gender masuk dalam poros pembangunan. Apapun program kebijakannya, Alissa menegaskan pemimpin terpilih harus menggunakan perspektif adil gender. 


"Kita harus pastikan berlaku dengan sungguh-sungguh, tidak hanya kebijakan di atas kertas. Para pemimpin terpilih harus menggunakan pengalaman perempuan sebagai cara pandang," jelasnya.