Nasional

Awal Mula Kebaikan Orang Aceh Terima Pengungsi Rohingya tapi Akhirnya Dikecewakan

Kamis, 23 November 2023 | 15:00 WIB

Awal Mula Kebaikan Orang Aceh Terima Pengungsi Rohingya tapi Akhirnya Dikecewakan

Gelombang pengungsi Rohingya baru tiba di Sabang, Rabu (22/11/2023). Pengungsi Rohingya yang tiba di Sabang ini merupakan kapal kelima selama bulan November 2023. (Foto: NU Online/Reza)

Banda Aceh, NU Online

Dosen Antropologi STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh, Tgk Muhajir Al-Fairus menjelaskan, kehadiran Rohingya pada awalnya dimaknai sebagai soal kemanusiaan oleh masyarakat Aceh. Masyarakat Aceh menunjukkan identitas ke-Aceh-an pada Rohingya. Aceh merupakan masyarakat yang cukup menghormati tamu. Apalagi, dalam kasus Rohingya ada rasa kesamaan keyakinan.


Waktu itu, terang dia, masyarakat Aceh bersimpati membela kehadiran pengungsi Rohingya. Apalagi dengan isu penindasan terhadap Rohingya dari negara asal mereka. Menurut Tgk Muhajir, sisi kemanusiaan masyarakat Aceh membuncah kuat kala itu. 


"Meskipun waktu itu ada instruksi larangan untuk tidak menampung pengungsi Rohingya karena akan membawa masalah, masyarakat Aceh berdiri tegak membantu Rohingya," ujar Tgk Muhajir kepada NU Online, Kamis (23/11/2023).


Namun demikian, Tgk Muhajir menyebut sejak banyak masalah sosial dan moral muncul dari pengungsi Rohingya, kepercayaan masyarakat Aceh terhadap Rohingya pudar. Rohingya tidak lagi dipandang sebagai kelompok yang perlu perhatian. Maka, kedatangan berikutnya ditolak secara massal oleh masyarakat lokal di Aceh. 


"Dalam konteks ini, perasaan masyarakat Aceh terganggu karena beberapa masalah sosial yang dimunculkan Rohingya. Secara antropologis, di sini berlaku konsep ke-Aceh-an, Nyoe Hana teupeh dumpu tatume rasa, nyo Ka teupeh Bu leubeh Hana gepeutaba (apabila tidak menyakiti hati (perasaan), masyarakat Aceh semuanya diberikan kepada siapa pun, namun sebaliknya hatinya sudah tersakiti bahkan sisa nasi saja diminta tidak akan pernah diberikan," paparnya.


Namun, menurut Tgk Muhajir, pesan kebudayaan, agama, dan ke-Aceh-an orang Aceh tidak boleh luntur hanya karena ada beberapa orang Rohingya di penampungan yang kerap membawa masalah.


"Masyarakat Aceh sebagai masyarakat yang cukup menghormati tamu, identitas ke-Aceh-an tentu tak boleh luntur dalam memperlakukan masyarakat Rohingya yang terdampar ke Aceh," ulasnya.


Lebih lanjut dia menjelaskan, arus kedatangan pengungsi Rohingya bisa dilihat sebagai problem nasional dan global, baik dari sisi kemanusiaan maupun politik internasional. 


"Dalam konteks kemanusiaan, kondisi yang dihadapi Rohingya yang mendorong mereka pindah dari negara asalnya harus dipahami sebagai ekses dari dinamika politik di Myanmar," ungkap Tgk Muhajir.


Antropolog lulusan UGM itu menyebut, kehadiran Rohingnya ke Aceh saban waktu disebabkan karena jalur maritim Aceh yang terhubung ke lautan Andaman. Kondisi ini memungkinkan perahu yang ditumpangi ratusan pengungsi Rohingya kerap terdampar ke Aceh.