Bahtsul Masail Qonuniyah Pra-Munas NU 2025 Sorot Regulasi Pelegalan Miras
Sabtu, 25 Januari 2025 | 07:00 WIB
Suci Amaliyah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Dalam rangka persiapan menuju Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 2025, Komisi Bahtsul Masail Qonuniyah mengadakan pembahasan tentang pengendalian pengedaran minuman beralkohol atau minuman keras (miras). Pembahasan ini dilakukan Tim Perumus Materi dari Komisi Bahtsul Masail Qonuniyah di Gedung PBNU lantai 4 Jakarta pada Jumat (24/1/2025).
Salah satu isu utama yang dibahas adalah peredaran minuman beralkohol di Indonesia, yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2013 dan diperjelas dalam sejumlah regulasi terkait, seperti Permendag Nomor 20 Tahun 2014 dan perubahannya dalam Permendag Nomor 25 Tahun 2019.Â
Regulasi ini mengatur tentang pengadaan, peredaran, dan penjualan minuman beralkohol di Indonesia, dengan ketentuan bahwa penjualan hanya diperbolehkan kepada konsumen berusia 21 tahun ke atas yang dapat dibuktikan dengan menunjukkan kartu identitas (KTP).
Meskipun regulasi tersebut bertujuan untuk mengendalikan peredaran alkohol, kebijakan ini juga mengandung dua aspek. Pemerintah berupaya melakukan pengendalian minuman beralkohol, di sisi lain aturan ini secara implisit melegalkan peredaran minuman beralkohol karena syarat usia pembeli.Â
Sekretaris Komisi Bahtsul Masail Qonuniyah, Idris Masudi, menjelaskan bahwa pembahasan ini bermula dari usulan dari PWNU Yogyakarta terkait kasus yang meresahkan masyarakat akibat peredaran minuman alkohol. Idris menyebutkan bahwa meskipun isu ini bersifat lokal, namun regulasi yang ada tetap relevan untuk dibahas di tingkat nasional.
"Banyak persoalan yang masuk, kemudian PBNU menyaring asilah (persoalan, permasalahan) ini. Ini adalah isu aktual meskipun lokal atau daerah tapi melihat regulasinya ada terkait minuman alkohol," ujar Idris kepada NU Online ditemui disela-sela Pra-Munas di Gedung PBNU lantai 4, Jumat (24/1/2025).
Lebih lanjut, Idris mengungkapkan bahwa meskipun terdapat upaya pengendalian minuman beralkohol dari pemerintah, namun kebijakan tersebut harus dipertimbangkan dengan matang agar tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih besar, seperti tersebarnya minuman oplosan dan alkohol ilegal yang lebih berbahaya.
Hasil dari pembahasan Pra-Munas ini nantinya akan diserahkan kepada Syuriyah PBNU untuk di-tashih dan kemudian disampaikan kepada PWNU untuk menyiapkan respons atau sanggahan dalam forum Munas yang akan digelar pada 6-7 Februari 2025 mendatang. Setelah itu, hasilnya akan diplenokan dan direkomendasikan kepada pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam kebijakan selanjutnya.
Ironi Peredaran Miras dalam Negeri
Sebelumnya, peredaran miras oplosan telah menjadi ironi di tengah ketatnya pemerintah mengendalikan produksi hingga distribusi miras di dalam negeri. Serangkaian regulasi dilahirkan untuk mengendalikan distribusi miras. Bahkan, tak sedikit kabupaten dan kota yang menerbitkan peraturan daerah tentang larangan peredaran miras.
Pada November 2024 kepolisian bersama pemerintah daerah di Provinsi DI Yogyakarta menggencarkan penertiban penjualan miras. Penertiban itu dilakukan terhadap miras ilegal atau legal tetapi menyalahi perizinan. Puluhan toko disegel dan ribuan botol miras disita.
Pada Kamis (31/10/2024), misalnya, aparat gabungan menyegel 38 toko penjualan miras ilegal atau izinnya tidak lengkap. Dari razia itu disita 2.883 botol miras berbagai jenis.
Desakan untuk memberantas peredaran miras di DIY mencuat setelah kasus penganiayaan dan penusukan terhadap dua santri Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Kabupaten Bantul, DIY.Â
Kedua santri tiba-tiba ditusuk oleh sekelompok orang yang diduga habis mengonsumsi miras pada 23 Oktober lalu. Keduanya mengalami luka-luka dan dirawat di rumah sakit.
Peredaran minuman beralkohol diatur salah satunya melalui Peraturan Menteri Perdagangan 25/2019 tentang Perubahan Keenam Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-Dag/ Per/4/2014 Tentang Pengendalian Dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, Dan Penjualan Minuman Beralkohol.Â
Peraturan tersebut mengatur bahwa penjualan minuman beralkohol hanya diperbolehkan kepada konsumen yang berusia minimal 21 tahun. Aturan ini tercantum dalam Pasal 15 Permendag tersebut.Â
Untuk membuktikan bahwa konsumen telah berusia 21 tahun, pembeli harus menunjukkan kartu identitas kepada petugas atau pramuniaga. Peraturan ini kemudian mengalami perubahan.
Terpopuler
1
Alasan NU Tidak Terapkan Kalender Hijriah Global Tunggal
2
Khutbah Jumat: Marhaban Ramadhan, Raih Maghfirah dan Keberkahan
3
Khutbah Jumat: Bersihkan Diri, Jernihkan Hati, Menyambut Bulan Suci
4
Khutbah Jumat: Kepedulian Sosial Sebagai Bekal Menyambut Ramadhan
5
Khutbah Jumat: Sambut Ramadhan dengan Memaafkan dan Menghapus Dendam
6
Reshuffle Perdana Kabinet Merah Putih: Brian Yuliarto Jadi Mendiktisaintek Gantikan Satryo Brodjonegoro
Terkini
Lihat Semua