Jakarta, NU Online
Mustasyar PBNU KH Musthofa Bisri (Gus Mus) menjelaskan perbedaan antara ghirah keagamaan atau semangat keberagamaan dengan nafsu. Menurutnya semangat beragama mendorong seseorang untuk terus memperdalam pemahaman agama dan memperkuat keimanan.
"Sementara nafsu hanya melahirkan fanatisme buta yang justru menjauhkan akal sehat yang diperlukan untuk beragama dengan baik," katanya melalui akun Facebook pribadinya, Sabtu (16/11).
Setelah menjelaskan hal ini, Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah ini pun meminta warganet untuk memberi komentar. "Itu menurutku. Bagaimana menurut Anda?," tanyanya.
Tanggapun langsung berdatangan dari warganet di antaranya dari akun bernama Abdillah Bin Tabrany. Ia mengatakan bahwa ghirah keagamaan mendorong seseorang mendekat kepada Tuhan, sedangkan nafsu mendorong seseorang kepada egoisme, baik diri, kelompok, mazhab dan sejenisnya.
Sementara akun Anas Nurul Yaqien berpendapat bahwa ghirah keagamaan akan mampu menyemai spiritualitas. Sementara spiritualitas akan menyuburkan keluasan pandang dan cinta. "Nafsu memupuk ego dan rasa eksklusif. Sementara ekslusivisme adalah media semaian paling subur untuk radikalisme dan ekstrimisme," lanjutnya.
Tidak jauh beda dengan komentar beberapa akun sebelumnya, akun milik Ahmad Rifan juga menuliskan komentarnya dengan menjelaskan bahwa ghirah dalam beragama didasari pada semangat untuk belajar memperbaiki diri dalam mendekatkan pada Allah dengan segala titahNya sehingga menjadikan agama sebagai jalan.
"Sedangkan jika semangatnya karena nafsu akan menjadikan agama sebagai tujuan, mentok. Karena sudah bukan logika dan perintah nurani yang digunakan dalam belajar untuk mendekatkan diri pada Sang Pencipta," tegasnya.
Aktif Berdakwah di Media Sosial
Status facebook ulama NU yang juga seorang budayawan ini memang selalu dinanti-nanti para warganet. Hal ini terbukti baru dua jam Gus Mus meng-update statusnya lebih dari 4 ribu akun memberikan like dan ratusan akun berkomentar dan membagi status tersebut.
Gus Mus terbilang aktif memanfaatkan media sosial untuk berdakwah. Ia juga sering mengunggah hasil lukisan dan puisinya yang sangat inspiratif. Di antaranya baru-baru ini ia mengunggah sebuah puisi tepat dihari pahlawan 10 November 2019.
Berikut puisi Gus Mus yang ia beri judul "Di Taman Pahlawan".
DI TAMAN PAHLAWAN
Di Taman Pahlawan beberapa pahlawan sedang berbincang-bincang tentang keberanian dan perjuangan.
Mereka bertanya-tanya apakah ada yang mewariskan semangat perjuangan dan pembelaan kepada yang ditinggalkan.
Ataukah patriotisme dan keberanian di zaman pembangunan ini sudah tinggal menjadi dongeng dan slogan?
Banyak sekali tokoh di situ yang diam-diam ikut mendengarkan dengan perasan malu dan sungkan.
Tokoh-tokoh ini menyesali pihak-pihak yang membawa mereka kemari
karena menyangka mereka juga pejuang-pejuang pemberani.
Lalu menyesali diri mereka sendiri
yang dulu terlalu baik memerankan tokoh-tokoh gagah berani tanpa mengindahkan nurani.
(Bunga-bunga yang setiap kali ditaburkan justru membuat mereka lebih tertekan)
Apakah ini yang namanya siksa kubur?Tanya seseorang di antara mereka yang dulu terkenal takabur
Tapi kalau kita tak disemayamkan di sini, makam pahlawan ini akan sepi penghuni, kata yang lain menghibur.
Tiba-tiba mereka mendengar Marsinah.
Tiba-tiba mereka semua yang di Taman Pahlawan,
yang betul-betul pahlawan
atau yang keliru dianggap pahlawan,
begitu girang menunggu
salvo ditembakkan
dan genderang penghormatan ditabuh lirih mengiringi kedatangan wanita muda yang gagah perkasa itu.
Di atas, Marsinah yang berkerudung awan putih berselendang pelangi tersenyum manis sekali:
Maaf kawan-kawan, jasadku masih dibutuhkan untuk menyingkapkan kebusukan dan membantu mereka yang mencari muka.
Kalau sudah tak diperlukan lagi biarlah mereka menanamkannya di mana saja
di persada ini
sebagai tumbal keadilan atau sekedar bangkai tak berarti.
Selamat Hari Pahlawan.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Syamsul Arifin