Belajar Tentang Komitmen Mengajar dari Sosok Malik Fadjar
Sabtu, 12 September 2020 | 00:30 WIB
Muhammad Syakir NF
Penulis
Jakarta, NU Online
Sudah tiga hari berlalu bangsa Indonesia kehilangan sosok pendidik yang memiliki dedikasi tinggi terhadap negeri ini, yakni Abdul Malik Fadjar. Tiga kali ia mengemban amanah sebagai menteri, yakni Menteri Agama di era Presiden Habibie menggantikan Prof Quraish Shihab, Menteri Pendidikan Nasional di era Presiden Megawati menggantikan Yahya Muhaimin, dan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) ad interim menggantikan Jusuf Kalla.
Meskipun sangat sibuk sebagai orang yang memiliki jabatan tinggi di pemerintahan dan guru besar, namun sosok Malik Fadjar tidak melupakan akarnya sebagai pengajar. Ia sangat berkomitmen untuk selalu hadir di kelas dalam setiap jadwal mengajarnya, sama sekali tidak meninggalkan kewajiban sebagai pendidik begitu saja dengan menyerahkan kepada asistennya.
“Beliau sangat berkomitmen untuk mengajar di setiap pertemuan. Betapa bahagianya saya menjadi dosen muda yang ikut belajar dari salah satu suhu pendidikan di tanah air,” ujar Muhammad Zuhdi, salah seorang dosen yang pernah mendampinginya di tahun 2000, melalui status di akun media sosialnya pada Selasa (8/9).
Zuhdi yang juga Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Ilmu Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2015-2020 ini semula menganggap bakal mengajar secara penuh mengingat kesibukan sosok yang ia dampingi. Namun melihat komitmennya yang luar biasa, ia mengaku keliru besar.
“Semula saya beranggapan, mendampingi dosen senior dan seorang pejabat tinggi mengajar sama saja dengan mengajar penuh, karena biasanya orang seperti beliau memiliki kesibukan yang tinggi. Karena itu saya pun menemui beliau dan menyusun silabus perkuliahan atas arahan beliau,” katanya.
Sebagai pendidik sejati, Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) 1983-2000 yang merangkap Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) 1992-1995 ini tidak hanya mengajar dan membiarkan Zuhdi pasif di kelas. Malik Fadjar sangat menghargai kehadirannya dan memberikan panggung untuknya sebagai dosen muda.
Di samping itu, Zuhdi juga menyampaikan bahwa Malik selalu membawa snack (makanan kecil) setiap berangkat ke kampus untuk mengajar. Ia mengambil dua kotak dari mobilnya, satu untuk dirinya dan satu lagi diberikan kepada dosen muda yang menjadi asistennya itu. “Pada saat jeda mengajar, beliau mengambil dua kotak snack dari mobilnya dan satu diberikan untuk saya,” ujarnya.
Di waktu jeda itulah, ia biasa berbincang dan tentu lebih banyak mendengar dari pada bicara. “Bisa menjadi asisten beliau adalah sebuah kebanggaan, belajar langsung di kelas bersama beliau adalah anugerah yang takkan terlupakan,” lanjutnya.
Alumnus Pondok Pesantren Al-Masthuriyah, Sukabumi, Jawa Barat itu menegaskan, almarhum yang merupakan tokoh Muhammadiyah sangat dekat dengan kalangan Nahdliyin. “Meskipun beliau besar dan memimpin di organisasi Muhammadiyah, tetapi tidak berpikir sektoral, beliau juga sangat dekat dan memperhatikan generasi muda NU,” pungkasnya kepada NU Online pada Jumat (11/9).
Pewarta: Syakir NF
Editor: Muhammad Faizin
Terpopuler
1
Ketum GP Ansor Hadiri Haul Ke-57 Guru Tua, Perkuat Ukhuwah dan Dakwah Moderat
2
Syekh Hasan Al-Masyath, Ulama yang Lahir dan Wafat di Bulan Syawal
3
Haul Akbar 1 Abad Syaikhona Kholil, Menghidupkan Warisan Pemikiran untuk Pedoman Masa Depan
4
Harga Stabil, Beras Kualitas Medium Paling Banyak Diminati Masyarakat Kelas Menengah ke Bawah
5
Hasil Seleksi Calon Petugas Haji 2025 Diumumkan, Peserta Siap Ikuti Bimtek pada 14 April
6
F-Buminu Sarbumusi Resmikan Pesantren Vokasi Calon PMI, Langkah Perbaikan Tata Kelola Migrasi
Terkini
Lihat Semua