Nasional

Bisri Effendy: Pangan sebagai Gerakan Sosio-Kultural

Rabu, 20 Februari 2013 | 13:08 WIB

Depok, NU Online
Dunia sedang bergerak menuju krisis pangan. Tak terkecuali negara-negara yang dikenal sebagai negara agraris, seperti Indonesia. Maraknya pengambilalihan tanah masyarakat dan monopoli benih oleh sejumlah kecil korporasi menjadi biang keladi krisis. 
<>
Pandangan ini disampaikan mantan peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bisri Effendy dalam perbincangan dengan NU Online, di Depok belum lama ini.

“Krisis pangan dunia ini tak terelakkan karena Negara-negara ‘maju’ sudah kehilangan tanah pertanian akibat industrialisasi yang berlangsung ratusan tahun. Kini korporasi memanfaatkan situasi yang diciptakannya sendiri itu dengan membuat benih transgenik untuk kapitalisasi lanjutan terhadap kebutuhan dasar pangan,” ujar Bisri yang kini menjadi konsultan Bina desa itu. 

“Dalam soal pangan modus korporasi ada dua, mempatenkan benih dan mengakuisisi tanah-tanah rakyat untuk keuntungan korporasi. Akibatnya rakyat tak lagi berdaulat. Saya kira kasus petani dan Monsanto di Amerika bisa menjadi pelajaran penting bagi kita.”

Kini Indonesia adalah Negara importer beras sejak tahun 1990an. Persediaan pangan, termasuk beras, jagung, kedelai, Indonesia sangat tergantung dari persediaan dan harga beras dunia. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pernah melansir, Indonesia menjadi pengimpor beras terbesar di dunia. 

Gerakan Pangan
Menurut Bisri, dewasa ini kedaulatan pangan harus menjadi gerakan sosio-kultural di tengah-tengah masyarakat. Gerakan semacam ini tidak sekadar menfokuskan bagaimana meningkatkan produktivitas petani, tapi mencegah monopoli dan liberalisasi pangan di Indonesia. 

“Sejak revolusi hijau, petani sudah kehilangan watak kemandiriannya, sikap kebersamaan dan kegotongroyongan. Mereka dipaksa menanam beras saja dari eneka jenis sumberdaya pangan hayati untuk kepentingan ekspor.”

“Budaya bertani yang menyatu dengan alam dan lingkungan sosio-kultural telah bergeser menjadi hubungan eksploitatif, benih menjadi objek, pangan jadi komoditi untuk mengejar keuntungan individual sebesar-besar. Karena itu pangan harus menjadi gerakan sosio-kultural bersama,” lanjut Bisri Effendy yang juga Direktur Tankinaya Institute.

Namun demikian menurut dia, kedaulatan pangan meniscayakan reforma agraria. Agar petani dapat berdaulat dan menanam di tanahnya sendiri.

Redaktur     : Hamzah Sahal
Kontributor : Mh Nurul Huda