Nasional

Buku “Gus Dur on Religion, Democracy and Peace” Dibedah di Wonosobo

Rabu, 14 November 2018 | 05:08 WIB

Buku “Gus Dur on Religion, Democracy and Peace” Dibedah di Wonosobo

Kiri ke kanan: Hairus Salim (Direktur LKiS), K.H. Husein Muhammad (Penulis buku Islam Against Hate Speech dalam versi Bahasa), Haqqi Al-Anshary (Komnas HAM Daerah Wonosobo), K.H. Mukhotob Hamzah (Rektor UNSIQ)

Jakarta, NU Online
Gagasan dan inisiatif KH Abdurrahman Wahid mengenai demokrasi, perdamaian dan keadilan perlu terus disebarluaskan baik pada kalangan muslim Indonesia, ataupun lebih luas kepada lingkup dunia internasional. 

Berdasarkan semangat itu Buku berjudul “Gus Dur on Religion, Democracy and Peace” didiskusikan di Wonosobo Selasa (12/11) lalu oleh INFID bersama LKiS. Bedah buku Gus Dur ini dibarengi dengan buku yang lain yakni "Islam Against Hate Speech" dalam versi Bahasa Indonesia, karya KH Husein Muhammad. 

Peluncuran buku ini sendiri merupakan rangkaian acara Festival HAM Indonesia 2018. Acara Festival HAM Indonesia merupakan acara tahunan INFID yang telah diselenggarakan semenjak tahun 2014. 

Pada tahun ini INFID bekerjasama dengan Kantor Staf Presiden (KSP), Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten Wonosobo dan Komnas HAM. Festival HAM Indonesia merupakan acara yang bertujuan untuk menyebarluaskan program Kabupaten/Kota HAM sebagai upaya pemenuhan HAM di Indonesia. 

Acara ini juga menjadi ajang untuk memperkenalkan praktik kehidupan yang toleran di berbagai daerah, baik di tingkat lokal, nasional maupun regional sebagai salah satu perwujudan dari program Kabupaten-Kota HAM.
 
Diskusi ini salah satunya mengangkat perhatian mengenai terbatasnya pengetahuan orang tentang Islam Indonesia sebagaimana dipaparkan direktur LKiS, Hairus Salim. “Kenapa rujukan orang terhadap Islam itu selalu ke Mesir, Arab atau Malaysia? Salah satu sebabnya karena terbatasnya tulisan intelektual Indonesia atau Kiai Indonesia yang berbahasa Arab atau Inggris," terang Hairus Salim. 

Padahal, menurutnya, dalam dunia yang sedang dilanda gelombang pertentangan dan politik identitas, pemikiran Islam moderat Indonesia sangat penting untuk menjadi rujukan dunia. 
 
“Saat ini permasalahan yang ada bukan hanya siaran kebencian (hate-speech) dan hoaks, melainkan juga pelentiran kebencian (hate-spin),” lanjutnya. Tatanan demokrasi di manapun, tak terkecuali di Barat, menjadi goncang setelah penyebaran hoaks dan hate speech. Ketegangan antara kebebasan dan penghormatan mengenai speech meluas setelah mengalami politisasi luar biasa. 

Dalam kesempatan yang sama, KH Husein menggatakan, siar kebencian merupakan asal-usul yang menghancurkan relasi antar manusia."Namimah; adu domba. Kidzbu; bohong. Ghibah; menggunjing dan fitnah; semuanya terkandung di dalam siar kebencian,” terangnya. 

Perkataan KH Husei diamini oleh Rektor UNSIQ KH Mukhotob Hamzah. Ia menambahkan, cara menangkalnya adalah dengan menekankan prinsip cinta kasih sebagai dasar dari relasi antar-manusia. “Hate speech ini pasti bermula dari hati yang tidak cinta. Padahal cinta adalah karakter genuine dari Islam itu sendiri” ujarnya.

Kedua buku ini nantinya diharapkan bisa diterjemahkan dalam bahasa Inggris untuk disebarkan secara luas ke hadirat pembaca di luar negeri, terutama melalui versi PDF-nya. Dengan cara inilah, Islam Indonesia dikenal dan bisa mempengaruhi pandangan orang Islam maupun pandangan terhadap Islam di luar negeri. Diharapkan di masa mendatang makin banyak karya muslim Indonesia yang bisa diakses kalangan luar negeri. Kerinduan pada perdamaian dan keadilan akan menjadi kuncinya. (Red: Ahmad Rozali)