Nasional

Cara Persiapkan Diri Sambut Ramadhan menurut Gus Baha

Senin, 13 Maret 2023 | 18:00 WIB

Cara Persiapkan Diri Sambut Ramadhan menurut Gus Baha

Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online

Ramadhan sebentar lagi. Dalam kurang dari 10 hari, umat Islam akan memasuki bulan suci di mana pintu surga dibuka lebar, pintu neraka ditutup rapat, dan setan-setan akan dikerangkeng selama sebulan penuh.


Dalam menyambut Ramadhan, tak jarang Muslim, utamanya di Indonesia melakukan beragam persiapan. Mulai dari yang sifatnya lahir hingga batin.


Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menjelaskan bahwa mempersiapkan diri memasuki bulan Ramadhan salah satunya adalah dengan mendalami kajian literatur dari para ulama terdahulu.


“Di antara ijazah dari Mbah Maimoen Zubair juga ijazah bapak, ngendika (mengatakan) 'Ihdinas shiratal mustaqim. Shirātal ladzīna an‘amta ‘alaihim ghairil maghdhūbi alaihim wa lad dhāllīn.' Jadi, kita tidak bisa shaleh tanpa meniru orang terdahulu. Kita tidak bisa baik tanpa meniru orang terdahulu, ” ungkap Gus Baha dalam tayangan video “Menyambut Ramadhan Bersama Gus Baha”, dikutip pada Senin (13/3/2023).


Karena dalam ayat tersebut, lanjut Gus Baha, Allah tidak hanya berfirman ihdinasirotol mustaqim atau “Tunjukan kami jalan yang lurus” semata. Tetapi, Allah juga berfirman bahwa jalan yang benar yakni jalan mereka yang telah Allah beri nikmat.


“Jadi, Allah menghendaki ini, ada masternya,” ujarnya.  


Dalam tradisi pesantren, Gus Baha menjelaskan bahwa untuk mendalami literatur ulama terdahulu ada tradisi yang namanya pasaran. Di mana, seluruh civitas pesantren akan mengaji kitab dengan intesitas lebih banyak dibanding bulan-bulan selain Ramadhan.


“Kalau tradisi di kami, di pesantren, misalnya satu kiai ngajar 2-3 kitab setelah shalat fardu. Bisanya kalau Ramadhan ini full. Karena ini untuk melengkapi orang Indonesia dapat berkahnya Ramadhan, kalau kita belajar kitab atau membacakan kitab ke masyarakat supaya tau caranya niatnya orang dulu ketika puasa atau cara pandang orang dulu tentang puasa,” jabarnya.


Dengan begitu, diharapkan seseorang dapat membekali dirinya dengan pemahaman yang lebih jernih dalam memandang Ramadhan.


“Cara pandang Ramadhan secara benar, paling tidak, kita merasa lapar. Betapa sakitnya orang miskin yang lapar, terus menghormati makan karena begitu nikmat. Ketika puasa melihat makanan yang kita sepelekan pada saat tidak puasa, ketika Ramadhan spesial semua. Bahkan air pun spesial, gedang (pisang) goreng spesial,” paparnya.


“Di sini ada syukur yang luar biasa. Itu kalau tidak baca literatur ulama terdahulu, kita tidak akan tahu,” tutupnya.


Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Muhammad Faizin