Nasional

Ekstrakurikuler Sekolah dan Madrasah Rawan Disusupi Ideologi Radikal

Senin, 13 Juni 2022 | 23:59 WIB

Ekstrakurikuler Sekolah dan Madrasah Rawan Disusupi Ideologi Radikal

Sekjen DPP AGPAII, Ahmad Budiman, saat berbicara dalam Bedah Buku Guru Pelopor Moderasi: Best Practice Moderasi Beragama di Sekolah dan Madrasah, di Hotel Millennium Jakarta, Senin (13/6/2022). (Foto: NU Online/Musthofa Asrori)

Jakarta, NU Online
Sekjen Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (DPP AGPAII), Ahmad Budiman, mengungkapkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler siswa di sekolah maupun madrasah rawan disusupi ideologi radikal.


Hal ini disampaikannya saat didaulat berbicara dalam Bedah Buku Guru Pelopor Moderasi: Best Practice Moderasi Beragama di Sekolah dan Madrasah, di Hotel Millennium Jakarta, Senin (13/6/2022). Acara yang diinisiasi Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Balitbang Diklat Kemenag ini juga digelar secara daring melalui Zoom Meeting.


“Guru agama harus mampu membimbing dan mengarahkan. Bagaimana guru agama bisa menjadi aktor, inisiator, dan mengarahkan komunitas yang ada di sekolahnya untuk bersama-sama mengarusutamakan nilai-nilai moderat,” jelas Budiman.


Rawannya ekstrakurikuler sekolah disusupi ideologi melenceng, menurut dia,  lantaran kurangnya pendampingan dari guru. Bahkan, kerap kali juga diketahui para siswa ditinggalkan guru.


“Ada kegiatan Rohis, kadang-kadang guru agama tidak menjadi pembinanya. Sehingga masuk guru lain yang punya ideologi lain atau guru dari luar. Dan, guru agama tidak tahu itu. Inilah yang sangat berbahaya,” tandasnya.


Maka dari itu, Budiman mengaku bersyukur penguatan moderasi melalui program Guru Pelopor Moderasi (GMP) di Sekolah berjalan dengan baik. Tingginya antusiasme guru sebagai pelopor moderasi beragama ditunjukkan dengan tersusunnya buku Guru Pelopor Moderasi: Best Practice Moderasi Beragama di Sekolah dan Madrasah.


Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa terdapat sedikitnya 3 isu utama yang melatarbelakangi program Guru Pelopor Moderasi itu. Pertama, intoleransi. Yakni perilaku tidak menghargai perbedaan, penyebaran ujaran kebencian, diskriminasi, eksklusif, dan paham radikal teroris.


“Kedua, kekerasan atas nama agama dan sosial penolakan, pemaksaan, pengucilan, pengusiran, intimidasi, dan hoaks,” papar Budiman.


Ketiga, penguatan isu moderasi di sekolah, kebangsaan, nasionalisme, ideologi, pancasila, dan kearifan lokal.


“Kita mengharapkan dengan adanya program ini, GMP bisa memfasilitasi guru agama untuk menyampaikan gagasan praktik baik moderasi beragama ini melalui web series (webinar berseri). Setiap dua minggu sekali, secara bergiliran ke 50 GMP memaparkan gagasan-gagasan tentang praktik baik moderasi beragama,” ungkapnya.


Selain Sekjen DPP AGPAII Ahmad Budiman, hadir dua narasumber lainnya yakni Menteri Agama RI 2004-2019 Lukman Hakim Saifuddin dan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Dede Rosyada.


Diskusi dan bedah buku yang dimoderatori peneliti ahli utama BRIN eks Kemenag, Imran Siregar, ini dibuka resmi Kepala Puslitbang Penda Kemenag Mohsen Alaydrus. 40 peserta hadir secara luring dan puluhan guru PAI dari sejumlah daerah di Indonesia secara daring.


Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Musthofa Asrori