Jakarta, NU Online
Waktu begitu cepat berlalu. Syawal 1440 H sudah sampai di penghujungnya pada Rabu (3/7). Hilal di hari tersebut sudah setinggi lebih dari 7 derajat.
Menurut Markaz Falakiah NU di Jakarta, tinggi hilal hakiki 7 derajat 51 menit, sedangkan tinggi hilal mari 7 derajat 24 menit. Sementara lama hilal 31 menit 26 detik.
Adalah Ustadz Ahmad Junaidi dari Ponorogo, Jawa Timur, perukyat yang berhasil melihat hilal awal bulan Dzulqa'dah 1440 H. Usai matahari terbenam, ia berhasil menangkap hilal dengan bantuan teleskop.
Selain Ustadz Junaidi, dua jemaah pengajian Kiai Khotib Asymuni dari Jember, Jawa Timur juga dapat melihat bulan muda itu.
Oleh karena kesaksian tersebut, KH A Ghazalie Masroeri, Ketua Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengikhbarkan bahwa awal bulan Dzulqodah 1440 H mulai Rabu (3/7) malam.
"Awal bulan Dzulqa'dah 1440 H bertepatan dengan Kamis Kliwon (mulai malam Kamis), 4 Juli 2019, atas dasar terukyatnya hilal pada Rabu petang," katanya pada Rabu (3/7) malam.
Kiai Ghazalie meminta agar dapat menyebarkan informasi tersebut ke seluruh Nahdliyin. "Mohon bisa mensyiarkan ikhbar ini ke segenap Nahdliyin," ujarnya.
Selain di dua tempat tersebut, pengurus Lembaga Falakiyah NU di berbagai daerah juga melaksanakan rukyatul hilal. Namun, karena berbagai faktor, hilal tidak nampak di mata para perukyat.
Beberapa tempat terkendala berawan, seperti yang dialami oleh Kiai Muhyidin Hasan di Condrodipo, Gresik Jawa Timur; Ustadz Lutfi Fuadi di Denanyar, Jombang, Jawa Timur; Ustadz Ahmad Fadholi di Universitas Sultan Agung (Unissula) Semarang, Jawa Tengah; dan Ustadz Zamzam Kusumaatmaja di Jakarta.
Ada pula perukyat yang terkendala mendung tebal sehingga hilal tidak bisa terlihat meskipun dengan teleskop. Hal inilah yang dialami oleh Ustadz Bahrul di Blitar, Jawa Timur.
Meskipun demikian, Kiai Ghazalie berterima kasih atas curahan tenaga dan pikiran dalam hal tersebut. "Terima kasih atas isytirok (partisipasi) dan isham (kontribusi) Nahdliyin," katanya. (Syakir NF/Kendi Setiawan)