Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya Ungkap Fakta Perceraian Akibat Politik Identitas
Jumat, 4 November 2022 | 19:10 WIB
Guru Besar bidang Ilmu Sosial Prof. Masdar Hilmy menjadi pembicara kunci di acara Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS), di Bali pada Rabu (2/11/2022).
Muhammad Faizin
Penulis
Jakarta, NU Online
Direktur Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof. Masdar Hilmy, menyebut politik identitas menguat di Indonesia sejak satu dekade lalu setelah adanya sistem demokrasi elektoral pada pemilihan umum. Politik identitas ini menurutnya memberi dampak negatif terhadap masyarakat, di antaranya polarisasi di tengah masyarakat.
Ia menyebut contoh konkret efek negatif dari politik identitas yakni saat Pilkada Jakarta pada 2017 dan pemilihan umum 2019 yang mengakibatkan polarisasi sangat kental antar kedua pendukung. Sampai-sampai ia menyebut, ada pasangan suami istri bercerai karena beda pilihan politik.
“Ini bukti nyata bahayanya politik identitas,” tegas Guru Besar bidang Ilmu Sosial ini saat menjadi pembicara kunci di acara Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS), di Bali pada Rabu (2/11/2022).
Politik identitas sendiri memiliki sejarah panjang dalam peradaban manusia khususnya di dunia barat. Pada 1970-an politik identitas terwujud dalam aksi protes para aktivis feminisme yang menyuarakan kesetaraan gender. Pada saat itu para aktivis menilai bahwa ada perbedaan perlakuan antara laki-laki dan perempuan serta kulit hitam dan kulit putih yang walaupun pada akhirnya bisa ditangani dengan baik.
“Namun ketika politik identitas masuk ke dalam ranah agama, permasalahan komplek pun muncul. Karena ini menyangkut masalah keyakinan,” ungkapnya.
Politik identitas menurutnya mengusung tema politik perbedaan. Jika tidak ditangani dengan baik oleh pemegang kebijakan dalam hal ini pemerintah, maka politik identitas bisa memunculkan ketegangan antar kelompok.
“Ketegangan ini akan menciptakan ketidakharmonisan di tengah masyarakat dan ketika pemerintah tidak bisa menangani ini maka akan memunculkan konflik,” ungkapnya dalam paparan bertema Electoral Democracy, Moderate Islam, Identity Politic: The Case of Indonesia.
Ia juga menyebut bahwa para ahli menyebut politik identitas merupakan efek dari perkembangan dan perubahan zaman serta modernitas yang terwujud dalam revolusi industri. Politik identitas juga merupakan salah satu strategi perang budaya yang membawa misi yang salah satunya adalah politik identitas.
“Politik identitas seperti pedang bermata ganda. Di satu sisi bisa menjadi alat untuk mempertahankan identitas budaya, namun di sisi lain, politik identitas seperti yang kita lihat bersama pada 2017 menghasilkan efek menghancurkan masyarakat,” ungkapnya.
Terlebih ketika digunakan oleh para politisi untuk meraup suara, ini akan memiliki dampak merusak. Dan hasilnya politik identitas akan memunculkan ketidakharmonisan sosial.
Karena faktanya politik identitas di Indonesia memang tidak bisa dibendung karena undang-undang tidak mengaturnya, maka masyarakat harus bisa mengaturnya. Masyarakat harus mengetahui empat sumber yang bisa menimbulkan politik identitas yakni agama, bahasa, suku/etnik, dan tadisi atau budaya.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Zunus Muhammad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua