Aru Lego Triono
Penulis
Jakarta, NU Online
Seniman Nahdlatul Ulama (NU) Inayah Wulandari Wahid menyebut bahwa imajinasi adalah bahan bakar kebudayaan. Imajinasi harus terus dihidupkan agar kebudayaan para leluhur yang adiluhung dapat terus dipakai dan berkesinambungan.
Inaya menduga, kebudayaan adiluhung pada zaman terdahulu itu bisa jadi adalah kebudayaan yang populer. Bahkan mungkin saja dicela-cela. Orang-orang yang menyebut kebudayaan pada tempo dulu sebagai adiluhung tentu saja tidak tahu karena tidak hidup pada zaman itu.
“Jangan-jangan kita ngeberantemin (meributkan) budaya adiluhung padahal dulunya juga nggak adiluhung. Poin saya, daripada kita bingung soal kebudayaan, dipakai saja dipakai. Namanya kebudayaan ya dipakai. Nanti dia kontinu karena dipakai. Karena dia ada dan selalu dipakai,” ucap Inayah.
Hal itu disampaikan Inaya saat menjadi salah satu narasumber dalam Dialog Kebudayaan bertajuk Mencari Pancer Kebudayaan di Tengah Percaturan Ideologi pada Perayaan Hari Lahir Ke-63 Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) NU, Kamis (22/6/2023).
Ia menyinggung anak-anak muda saat ini yang lebih mudah mengenal kebudayaan Korea Selatan daripada kebudayaan adiluhung Indonesia. Bahkan, kata Inaya, ia kini suka jajan Topokki, makanan khas Korea. Papan reklame di kota-kota besar pun kini bergambar artis-artis Korea.
Menurut Inayah, gempuran kebudayaan Korea di Indonesia bukan sebuah ketidaksengajaan, tetapi karena memang disengaja. Ia menyebut, gelombang kebudayaan Korea itu memang sengaja diciptakan oleh pemerintah Korea lebih dari 30 tahun lalu. Lalu dijalankan terus-menerus sehingga benar-benar masuk ke dalam kepala masyarakat dunia.
“Saya gede dengan pelajaran seni itu setengah nggak diajarin, cuma dikasih crayon, terus disuruh gambar, gurunya kembali ke ruang guru. Nggak ada yang namanya selebrasi atas identitas kita. Terus kita bertanya, kok kita nggak peduli dengan budaya adiluhung Indonesia? Ya orang nggak pernah diajarin. Nggak pernah dipakai,” kata Inaya.
Putri bungsu KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu menegaskan bahwa penggunaan imajinasi sangat diperlukan agar kebudayaan adiluhung bangsa Indonesia tetap bisa berkesinambungan. Selain itu, kebudayaan akan berkesinambungan apabila dipakai terus-menerus.
“Di sini banyak teman-teman muda, tapi bukan seniman dan budayawan dan tak tahu harus ngomong apa agar kebudayaan ini tetap berlangsung? Tenang, apa pun yang kalian lakukan, itu akan jadi kebudayaan, sesimpel-simpelnya, ceritakanlah kepada anak-anak anda dongeng-dongeng,” jelas Sekretaris Lesbumi PBNU itu.
“Kalau hari ini kita mau bicara soal peradaban Islam Nusantara, peradaban dunia, maka ceritakanlah dongeng tentang hal itu ke dalam anak-anak kita. Karena di situ imajinasi mereka akan lahir, dan karena imajinasi adalah bahan bakar dari kebudayaan,” pungkas Inaya.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua