Bandung, NU Online
Tim Darul Huda akhirnya menjadi sang juara Liga Santri Nusantara (LSN) 2017 setelah mengandaskan Darul Hikmah Kabupaten Cirebon, di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Gede Bage kota Bandung, Ahad malam (29/10). Meski hanya mampu melesatkan 1 gol melalui gelandang Fery, namun pesantren asal Ponorogo itu berhasil membawa pulang Piala Bergilir dari Menpora dan hadiah uang senilai 100 juta rupiah.
Dalam statistik Seri Nasional atau putaran final LSN 2017, Darul Huda menghuni di grup A melawan Walisongo Sragen, Nurul Fauzi Tasikmalaya, Hamzan Wadi, Dompu, Nusa Tenggara Barat. Dari 3 pertandingan mereka berhasil mengantongi 9 poin penuh yang diperoleh dari 4 gol yang dilesatkan ke gawang lawan, dan hanya kebobolan 1 gol saja.
Sedangkan pada babak 16 besar, Darul mengalahkan 3-0 Asshiddiqiyah Jakarta, lalu di babak perempat final mengempaskan 1-0 Al Husaeni Kabupaten Bandung, dan di babak semifinal menyudahi perlawanan Al Kahfi Kebumen dengan skor 0-2.Â
Menurut keterangan dari pengurus pesantren Darul Huda, Agus Triyono yang juga official tim, Pondok Pesantren Darul Huda berlokasi di Mayak, Tonatan, kabupaten Ponorogo, Jawa Timur itu didirikan oleh KH Hasyim Sholeh pada tahun 1968. Karakteristiknya menggunakan metode salafiyah haditsah, artinya melestarikan metode lama yang baik dan mengembangkan metode baru yang lebih baik, melalui bentuk pendidikan formal dan nonformal.
Dengan metode tersebut, santri Darul Huda dapat mempelajari ilmu pengetahuan agama Islam secara utuh, dalam arti tidak hanya mempelajari ilmu pengetahuan agama islam seperti syariat, tauhid dan tasawuf dalam rangka tafaqquh fid din, tetapi juga mempelajari ilmu pengetahuan agama Islam yang bersifat umum seperti fisika, kimia, biologi dan lain-lain dalam rangka tafakkur fi kholqillah.Â
Metode seperti itu dilakukan demi membentuk santri yang mempunyai jiwa keagamaan yang teguh serta dapat hidup secara fleksibel dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di zaman yang serba modern ini.
Jumlah santri saat ini mencapai sekitar 6.700 santri yang terbagi dalam jenjang pendidikan formal meliputi MTs (sederajat SMP), MA (sederajat SMA), dan Madrasah Diniyah (MMH). Sedangkan pendidikan nonformal diselenggarakan dalam bentuk pengajian kitab-kitab kuning khas salafiyah. (M. Zidni Nafi’/Abdullah Alawi)