Katib Aam Jelaskan Visi Global NU untuk Perdamaian Dunia
Sabtu, 1 Februari 2020 | 12:30 WIB
NU lahir tidak hanya merespons kondisi sosial di dalam negeri yang pada waktu itu dalam kondisi terjajah, tapi juga keadaan dunia. NU dibentuk pada pada 31 Januari 1926 saat para kiai pesantren membentuk sebuah komite untuk meminta raja Arab Saudi memberikan kebebasan bermazhab kepada umat Islam yang berada di Tanah Suci Makkah. Komite tersebut dinamakan Komite Hijaz. Komite tersebut membutuhkan organisasi yang mengutusnya, maka dibentuklah Nahdlatul Ulama.
Katib Aam PBNU KH Yahya C. Staquf mengatakan lambang NU yang menggunakan simbol bola dunia merupakan tanda bahwa para kiai pesantren waktu itu juga berpikiran global. Sehingga kata dia, tidak aneh jika kemudian hari ini NU punya visi global tentang perdamaian umat manusia.
“Tentang masa depan peradaban umat manusia, itu sebetulnya sudah ditegaskan dengan perspektif fiqih di dalam hasil bahtsul masail maudhuiyah di Kota Banjar bulan Februari 2019,” katanya di ruangannya, di Gedung PBNU, Jakarta, Jumat (31/1).
“Bahwa, pertama, kategori kafir tidak lagi relevan di dalam negara bangsa modern. Artinya, tidak boleh lagi ada diskriminasi, segregasi dan ketidakadilan apa pun namanya di antara warga negara bangsa modern yang mana, bukan hanya di Indonesia, tapi di mana saja karena kategori kafir dalam konteks negara itu hanya relevan,” jelasnya.
Negara-negara bangsa yang ada sekarang ini, kata kiai yang akrab disapa Gus Yahya ini, harus bergaul secara setara satu sama lain tanpa boleh ada yang menjalankan agenda untuk supremasi tunggal.
Ia menambahkan, visi NU tersebut sebetulnya sudah serasi dengan mukadimah UUD 1945, bahwa sesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan perikeadilan.
Kemudian, katanya, dinyatakan sebagai salah satu cita-cita proklamasi yaitu ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Di samping tentu saja yang disebut dalam mukadimah UUD 1945 sebagai cita-cita proklamasi terkait pemerintahan Indonesia yaitu melindungi seluruh tanah air dan segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Hal ini tentu relevan untuk diangkat pada level global untuk meng-address masalah-masalah kemanusiaan bahwa kita ingin menciptakan keamangan global, kita ingin membangun keamanan global supaya seluruh umat manusia menikmati keamanan global, supaya seluruh umat manusia ini terlindung dari aniaya oleh pihak mana pun,” tegasnya.
Menurut dia, hal itu merupakan visi peradaban yang mulia yang bisa disimpulkan dalam kalimat, dunia adalah perjuangan untuk mewujudkan tata dunia yang sungguh-sungguh adil dan harmonis berdasarkan pernghormatan terhadap martabat dan hak yang setara di antara sesama manusia.
“Itu visinya. Visi ini menjadi jawaban atas kemelut kehidupan yang sekarang terjadi dimana-mana. Konflik, perang, ketidakadilan, ketimpangan, ini terjawab oleh visi ini. Maka yang sekarang perlu dilakukan adalah bagaimana kita berjuang agar dunia menerima visi ini dan bersedia bersama-sama Nahdlatul Ulama untuk memperjuangkan. Itu yang sekarang kita lakukan,” tegasnya.
Pewarta: Abdullah Alawi
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
250 Santri Ikuti OSN Zona Jateng-DIY di Temanggung Jelang 100 Tahun Pesantren Al-Falah Ploso
Terkini
Lihat Semua