Katib Aam PBNU: Maulid Nabi Muhammad Harus Terus Diperingati
Selasa, 10 September 2024 | 11:00 WIB
Katib Aam PBNU KH Akhmad Said Asrori saat memberikan pengajian pada Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw dan Haul Masyayikh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah, Senin (9/9/2024). (Foto: Tangkapan kanal Youtube Gus Mus Channel)
Muhammad Syakir NF
Penulis
Rembang, NU Online
Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Akhmad Said Asrori menyampaikan bahwa hari lahir Nabi Muhammad saw perlu untuk diperingati.
"Perlu terus memperingati hari lahirnya Kanjeng Nabi," katanya saat Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw dan Haul Masyayikh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah, Senin (9/9/2024).
Sebab, kata Kiai Said Asrori, Nabi Muhammad saw merupakan sosok makhluk terbaik yang Allah swt. Kelahirannya dan diutusnya Nabi perlu disyukuri.
"Merasa senang dengan pengutusannya Nabi mengadakan Maulid Nabi," kata Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thullab, Tempuran, Magelang, Jawa Tengah itu.
Hal tersebut sejalan dengan firman Allah swt dalam Al-Qur'an surat Yunus ayat 58, "Katakanlah (Nabi Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya itu, hendaklah mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.”
Kiai Said menegaskan bahwa karunia Allah yang dimaksud dalam ayat tersebut menurut ulama ahli tafsir adalah pengutusan Nabi Muhammad saw sebagai seorang Rasulullah kepada manusia.
Selain itu, karunia yang dimaksud juga merupakan agama Islam dan Al-Qur'an. Karenanya, hanyalah Islam agama yang diterima Allah swt. "Agama selain Islam tidak akan diterima di dalam akhirat," katanya.
Dengan begitu, yang berhak atas surga Allah adalah mereka yang beriman. Demikian ini difirmankan Allah swt dalam Al-Qur'an surat Al-Kahfi ayat 107, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh memperoleh surga Firdaus sebagai tempat tinggal."
Dalam kesempatan itu, hadir pula Rais Syuriyah PBNU KH Bahauddin Nursalim. Dalam pengajiannya, ia menegaskan mengenai makna dlallan pada Al-Qur'an surat Ad-Dhuha yang tidak berarti Nabi sesat. Kata itu diartikan Kiai Bisri Mustofa dalam Al-Ibriz sebagai orang yang tidak tahu. Sebab, Nabi merupakan sosok yang maksum, terjaga dari dosa, baik sebelum maupun setelah diutus.
Gus Baha juga menyampaikan bahwa nikmat yang harus diceritakan sebagaimana disebutkan dalam ayat terakhir surat Ad-Dhuha, adalah Al-Qur'an dan kenabian Muhammad saw.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua