Ketum PBNU: Humanitarian Islam Wacana Global Berbasis Pengalaman Indonesia
Selasa, 5 November 2024 | 11:30 WIB
Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf saat memberikan sambutan pembukaan International Conference on Humanitarian Islam atau Muktamar al-Dawli al-Islam Lil Insaniyah pada Selasa (5/11/2024) di Balairung Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat. (Foto: NU Online/Suwitno)
Ahmad Mundzir
Kontributor
Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf, menegaskan bahwa konsep Humanitarian Islam merupakan pengembangan dari pengalaman Indonesia dalam mengelola keragaman. Pernyataan ini disampaikan dalam sambutan pembukaan International Conference on Humanitarian Islam atau Muktamar al-Dawli al-Islam Lil Insaniyah pada Selasa (5/11/2024) di Balairung Universitas Indonesia, Depok.
Acara yang dibuka oleh Menteri Agama Nasarudin Umar, mewakili Presiden Prabowo Subianto, menghadirkan cendekiawan dan agamawan dari berbagai negara. Konferensi ini merupakan hasil kerja sama PBNU, Universitas Indonesia (UI), dan Centre for Shared Civilizational Values (CSCV).
Dalam pidato pembukaannya, Gus Yahya menjelaskan bahwa wacana Humanitarian Islam pertama kali diperkenalkan pada 2017 di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang.
"Sejak itu, kami terus melakukan upaya sosialisasi kepada berbagai kalangan di komunitas agama, lingkaran pembuat kebijakan, dan akademisi di seluruh dunia," ujarnya.
Kiai asal Rembang ini menekankan bahwa Humanitarian Islam bukan konsep baru dalam ajaran Islam. "Ini adalah pesan ilahi yang inheren dalam ajaran Rasulullah Muhammad SAW, sebagaimana firman Allah, wa maa arsalnaaka illa rahmatan lil 'aalamiin," jelasnya.
Lebih lanjut, Gus Yahya menyatakan bahwa pengalaman Indonesia dalam mengelola keragaman layak dibagikan kepada komunitas internasional. "Humanitarian Islam merupakan wacana yang menemukan alurnya dari pengalaman Indonesia dalam menemukan jalan keluar dari berbagai perbedaan," tegasnya.
Rektor Universitas Indonesia Prof Ari Kuncoro menyampaikan bahwa filsafat antarbudaya yang berkembang di Indonesia dapat menjadi contoh bagi banyak negara dalam menampilkan Islam sebagai agama yang bisa menjadi solusi konflik di ranah global.
"Dengan filsafat antarbudaya, Indonesia dapat menunjukkan kepada dunia bahwa Islam bukanlah ancaman melainkan solusi bagi perdamaian dunia," ujar Rektor UI yang biasa disapa Prof. Ari tersebut dalam sambutannya pada Pembukaan Konferensi Internasional Humanitarian Islam di Balairung Universitas Indonesia, Depok pada Selasa (5/11/2024).
Sebelumnya, Ari menjelaskan bahwa berkembangnya Islam di Indonesia melalui filsafat antarbudaya yang diimplementasikan oleh Wali Songo dapat menjaga persatuan dalam keberagaman di Indonesia.
"Filsafat antarbudaya berusaha memahami dan menghargai pandangan serta nilai-nilai yang dimiliki oleh berbagai budaya yang berbeda," ujarnya.
Pembukaan konferensi ini dihadiri oleh Sekretariat Liga Muslim Dunia (MWL) Asia Tenggara Abdurrahman Al-Khayyat, perwakilan duta besar negara sahabat, beserta sejumlah menteri, antara lain Menteri Agama RI KH Nasaruddin Umar, Mendiktisaintek Satryo Soemantri Brodjonegoro, Menteri Luar Negeri Sugiono, Menteri BP2MI Abdul Kadir Karding, Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Menteri Pemberdayaan Perempuan Arifatul Choiri Fauzi, beserta sejumlah pejabat dan akademisi lainnya.
Setelah pembukaan, para peserta konferensi internasional akan melangsungkan konferensi terbatas di Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua