Nasional

KH Abdul Aziz Masyhuri di Mata Pengamat Belanda

Sabtu, 15 April 2017 | 22:38 WIB

Surabaya, NU Online
Kemasyhuran KH Abdul Aziz Masyhuri sebagai kiai yang produktif menulis dan ahli dokumentasi diakui secara internasional. Salah satu pengakuan datang dari Marti van Bruinessen, Guru Besar Studi Perbandingan Masyarakat Muslim Kontemporer Universitas Utrecht Belanda.

Menurut pengamat yang rajin menghadiri Muktamar Nahdlatul Ulama ini, para pengamat luar negeri selalu menjadikan karya-karya Kiai Aziz sebagai referensi wajib ketika mereka mendalami Islam di Indonesia, khususnya tentang Nahdlatul Ulama, pondok pesantren dan Ahlussunnah wal Jama’ah.

"Tulisan-tulisan beliau merupakan rujukan wajib bagi peneliti serius," tulis Martin dalam kata pengantar buku "Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf" karya Kiai Aziz.

Martin mengisahkan, ia mengenal Kiai Aziz sebagai ahli dokumentasi sejak 1983 atau 1984. Saat itu, dirinya baru saja mulai meminati kajian terhadap tradisi Islam Indonesia dan sering mengunjungi toko-toko buku di kawasan Kramat Raya – Kwitang – Senen (Jakarta) untuk mencari buku-buku langka.

"Di sana saya temukan dua jilid tipis berjudul Ahkamul Fuqaha, keputusan ulama NU dari Muktamar pertama sampai 1979 yang dikumpulkan KH A Aziz Masyhuri dan dua jilid sejarah organisasinya (berjudul) NU dari Masa ke Masa," lanjut penulis buku Ijtihad Politik Ulama ini.

"Buku-buku hasil pena dari Kiai Denanyar ini menjadi bagian penting dari koleksi saya tentang NU dan telah sangat bermanfaat bagi saya untuk memahami organisasi Islam terbesar itu," tegas Martin.

Beberapa tahun kemudian akhirnya Martin mendapat kesempatan bertemu langsung dengan Kiai Aziz sehingga ia bisa mengambil banyak manfaat dari pengetahuannya yang luas. "Saya menyadari bahwa Kiai Aziz lebih dari sekadar ahli tentang sejarah NU dan sebetulnya merupakan ensiklopedi hidup," kenang Martin.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Kiai Aziz Masyhuri wafat pada Sabtu (15/4) pada usia 75 tahun. Ratusan karya telah lahir dari ketekunan kiai kelahiran Tuban ini. Di antaranya, 95 judul buku berbahasa Indonesia, 26 buku berbahasa Arab, 7 buku terjemahan bahasa Jawa (makna gandul) dan buku-buku lainnya.

Kiai Aziz merupakan suami dari Nyai Hj Azizah Aziz Bisri Syansuri. Dari pernikahan ini, Kiai Aziz dikaruniai tiga orang keturunan.

Pendidikannya ditempuh di beberapa pesantren dan lembaga pendidikan. Antara lain di Denanyar, Jombang, di Pondok Lasem Jawa Tengah, di Pondok Krapyak Yogyakarta dan sempat belajar di Madinah dan Makkah, Arab Saudi.

Sedangkan di Nahdlatul Ulama, Kiai Aziz berkhidmah sejak menjalani masa muda di Tuban. Mulai dari Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), Lembaga Pendidikan (LP) Ma'arif NU dan Pergunu. Kemudian di tingkat wilayah (provinsi), Kiai Aziz pernah aktif di LP Ma'arif NU Jawa Timur, Lembaga Dakwah, Lembaga Kemaslahatan Keluarga, menjadi Wakil Katib Syuriah PWNU Jatim, Wakil Rais Syuriah dan Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI). Sementara di tingkat pusat, Kiai Aziz sempat diberi amanah menjadi A'wan PBNU, Ketua PP RMI dan Pengurus Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). (Rof Maulana/Abdullah Alawi)