Nasional

KH Imam Aziz: Jangan Hanya Pikir Cari Untung dari Penambangan di Wadas

Kamis, 17 Maret 2022 | 10:30 WIB

KH Imam Aziz: Jangan Hanya Pikir Cari Untung dari Penambangan di Wadas

“Jangan berpikir cari untung dari pembangunan semacam ini. Lebih baik hormati pendapat masyarakat yang mempertahankan hak untuk hidup di lingkungan mereka,” terangnya.

Jakarta, NU Online

Perlawanan warga Wadas mempertahankan desanya dari tambang batu andesit untuk Pembangunan Bendungan Bener terus berlanjut. Penolakan ini telah berlangsung sejak 2017, saat Bendungan Bener pertama kali disosialisasikan. Namun rencana pemerintah tetap berlanjut meski menuai penolakan.


Aktivis lingkungan yang selama ini mendampingi masyarakat Wadas, KH Imam Aziz meminta pemerintah dalam hal ini Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo melihat konflik Wadas secara utuh.


“Sebaiknya Gubernur tidak melihat Pembangunan Bendungan hanya dari sisi Wadas saja. Tetapi secara menyeluruh. Artinya jangan mempertaruhkan Wadas untuk Bendungan. Karena Wadas hanya bagian kecil sebagai calon penyuplai batuan andesit,” kata KH Imam Aziz kepada NU Online, Selasa (15/3/2022).


Sementara itu cadangan batuan jenis itu banyak tersedia di sekitar lokasi bendungan. Daripada menghabiskan waktu dengan hanya berharap masyarakat Wadas mau bernegosiasi, ungkapnya, lebih baik rencana eksploitasi batuan andesit dipindahkan ke tempat lain. 


“Jangan berpikir cari untung dari pembangunan semacam ini. Lebih baik hormati pendapat masyarakat yang mempertahankan hak untuk hidup di lingkungan mereka,” terangnya.


Senada dengan itu, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Jateng, Taufik Hidayat, mengatakan, tidak ada satupun warga Wadas yang menolak pembangunan Bendungan Bener, karena itu merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN). 


Akan tetapi, terang dia, penambangan quarry di Desa Wadas memicu pro dan kontra. Karenanya pemerintah kami harapkan harus objektif, tidak tergesa-gesa mengambil keputusan karena ini melibatkan nasib hajat hidup orang banyak. 


“Mari kita cari solusi terbaik untuk Warga Wadas dan keberhasilan pembangunan Bendungan Bener Purworejo. LBH Ansor selalu siap sedia jika pemerintah meminta bantuan kepada kami menjadi penengah dan pemersatu,” katanya.


Pakar Hukum Agraria Fakultas Hukum UGM, Rikardo Simarmata, menambahkan, dalam kasus penambangan di Wadas ini terdapat keanehan karena kegiatan pembangunan waduk Bener yang masuk dalam kategori kepentingan umum dipaketkan dengan kegiatan pengambilan batu andesit yang merupakan usaha pertambangan dan karena itu tidak masuk dalam kategori kepentingan umum.


“Pemaketan ini memang bisa membuat kegiatan pengukuran dalam rangka pengadaan tanah di lokasi tambang menjadi legal. Tapi apakah dengan hak pakai yang dimilikinya Kementerian PUPR berwenang mengambil bebatuan yang terdapat di bawah tanahnya?” terangnya.


Lebih lanjut Rikardo mengatakan bahwa boleh jadi strategi pemaketan dan penyatuan ini didesakan oleh status sebagai proyek strategis nasional (PSN). Umumnya kalangan birokrat dan penegak hukum mempersepsikan PSN sebagai sesuatu yang tidak boleh ditawar dan harus dijadikan.   


“Dengan persepsi seperti itu dapat membuat peraturan perundangan mengenai PSN dan pelaksanaannya bersifat instrumental dan akibatnya melupakan prinsip dan asas-asas yang dikenal dalam hukum pertanahan,” lanjutnya.


Sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dalam acara dialog bersama Forum Pemred, Kamis (17/2/2022) menjelaskan alasan pemerintah tetap memilih menambang batu andesit di Desa Wadas, Purworejo.


Menurutnya, pemilihan Wadas sebagai lokasi penambangan material untuk pembangunan bendungan sudah melalui kajian oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).


Ganjar mengatakan, penambangan di lokasi tersebut dianggap jadi yang paling efisien untuk membangun Bendungan Bener.Pasalnya, lokasi tambang dengan bendungan yang ingin dibangun relatif dekat, sekitar 10 kilometer.


“Jika material untuk pembangunan waduk itu diambil dari tempat lain, biaya yang harus dikeluarkan kemungkinan lebih besar,” lanjutnya.


“(Tambang andesit) yang terdekat dan memungkinkan dari hitungan teknis yaitu di Wadas," sebut Ganjar di laman Kompas.com.


Ganjar juga menyatakan, tambang bakal kembali direklamasi setelah kebutuhan andesit terpenuhi. Lahan hasil reklamasi itu disebutnya bisa kembali digunakan untuk pertanian.


Alasan Warga Wadas Tolak Tambang

Pada Rabu (9/3/2022) lalu, Gubernur Jawa Tengah kembali mendatangi Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo. Dia berdialog dengan warga pro dan kontra terkait rencana penambangan batu andesit di Desa Wadas.


Pada dialog tersebut, warga pro penambangan meminta pembayaran ganti untung dipercepat. Sementara itu, warga kontra penambangan batu andesit yang menyatakan tetap menolak penambangan.


Salah seorang warga Desa Wadas yang menolak penambangan, Fajar, menjelaskan, kondisi lahan dan permukiman di Wadas yang berada di bawah bukit menjadi satu dari sekian alasan warga menolak tambang batu andesit untuk menyuplai bahan pembangunan Bendungan Bener.


“Warga Wadas hidup di bawah bukit. Nah, rencana pihak Pramekarsa bukitnya mau dibabat kemudian ditambang, digali sedalam 70 meter otomatis kita akan terancam ruang hidupnya termasuk ancaman bencana karena Desa Wadas rawan bencana. Otomatis warga sangat takut sekali karena di situ kita nggak bisa bernapas dengan baik,” ujar dia.


Selain itu, keberlangsungan hidup warga juga akan terancam jika betul-betul proyek penambangan terjadi. “Bayangkan saja ketika tambang benar-benar terjadi, kita bisa hidup di bawah danau soalnya menurut Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) sendiri setelah ditambang mau jadi embung,” ungkap Fajar.


Kemudian dari segi ekonomi, Fajar mengatakan Wadas merupakan tanah subur sumber mata pencarian bagi warga yang mayoritas petani. Komoditas per tahun yang dihasilkan cukup banyak di antaranya durian, cengkeh, karet, dan lainnya.


“Kalau bukit ditambang kita ndak bisa ngapa-ngapain, kita ndak bisa mencari nafkah bahkan ekonomi sangat mati, lahan ini sangat produktif sekali,” tutur dia.


Alasan lain yakni mempertahankan ruang hidup masyarakat dan lingkungan Wadas. “Jadi, kita bukan lagi soal mempertahankan hak milih tanah tapi kita mempertahankan desa. Karena ketika proyek terjadi, Desa Wadas bisa hilang secara perlahan, orang-orang sudah ndak bisa mencari mata pencarian, tidak bisa sekolah  karena sekolah dekat banget dengan quarry,” jelas Fajar. 


Kontributor: Suci Amaliyah

Editor: Alhafiz Kurniawan