Nasional

KH Ubaidullah Shodaqoh: Revisi UU TNI Tidak Substansial Mendukung Tugas Utama Tentara

NU Online  ·  Senin, 7 April 2025 | 08:00 WIB

KH Ubaidullah Shodaqoh: Revisi UU TNI Tidak Substansial Mendukung Tugas Utama Tentara

Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah KH Ubaidullah Shodaqoh. (Foto: dok. NU Online)

Jakarta, NU Online 

Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah KH Ubaidullah Shodaqoh menyatakan dukungannya terhadap aksi mahasiswa yang menolak pengesahan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Menurutnya, revisi UU TNI tidak substansial dalam mendukung tugas-tugas tentara.


Menurutnya, revisi UU TNI itu tidak substansial dan justru menimbulkan berbagai kekhawatiran, termasuk kembalinya dwifungsi militer di Indonesia.


“UU TNI hasil revisi saat ini bagi saya tidak substansial untuk mendukung tugas utamanya. Lagian kalau dengan alasan sipil tidak becus menjalankan tugas sehingga pos sipil tersebut harus diduduki personel TNI aktif, saya kira kurang kuat alasannya,” ujar Kiai Ubaid saat dihubungi NU Online beberapa waktu lalu.


Kiai Ubaid menegaskan bahwa aksi mahasiswa merupakan bentuk kewaspadaan terhadap potensi penyimpangan yang dapat terjadi akibat revisi UU TNI. Ia melihat bahwa demonstrasi ini tidak hanya dipicu oleh UU TNI, tetapi juga oleh berbagai permasalahan lain yang dihadapi masyarakat.


“Aksi adik-adik mahasiswa atas disahkannya RUU tersebut menunjukkan bahwa mereka membaca sejarah pengalaman kita pada masa Orde Baru. Kekhawatiran mereka wajar. Selain itu, saya melihat bahwa demo tersebut tidak hanya dilatarbelakangi oleh UU TNI saja, tapi banyak hal, termasuk pandangan mereka bahwa pemerintah baru ini belum bisa mengarah pada perbaikan ekonomi, politik, sosial, budaya,” ungkapnya.


Lebih lanjut, Kiai Ubaid menyayangkan sikap pemerintah yang tidak memberikan respons terhadap aspirasi mahasiswa. Ia menekankan bahwa pejabat negara saat ini berasal dari kalangan akademisi yang seharusnya memahami posisi mahasiswa sebagai penerus kepemimpinan bangsa.


“Sangat disayangkan apabila respons terhadap sikap junior tidak direspons semestinya. Hal ini akan berakibat apatis terhadap daya kritis untuk memperbaiki keadaan pada kader-kader (sekarang mahasiswa) pemimpin bangsa selanjutnya,” katanya.


Menurutnya, revisi UU TNI seharusnya melibatkan publik dalam proses perumusannya, bukan hanya diputuskan secara sepihak.


“Semestinya, selagi masih RUU harus ada public hearing. Tapi tidak ada salahnya apabila diganti dengan penjelasan setelah jadi UU. Atau bahkan merevisi lagi UU tersebut sebab UU bukanlah kitab suci yang tidak bisa diubah,” jelasnya.


Kekerasan aparat berlebihan

Kiai Ubaid mengecam tindakan aparat kepolisian dalam menangani demonstrasi mahasiswa. Ia menilai bahwa penggunaan kekerasan, termasuk penghalangan ambulans, adalah tindakan yang tidak manusiawi dan justru menambah kekhawatiran akan kembalinya dwifungsi militer.


“Kalau ada kekerasan dan kebrutalan sampai menghalangi ambulans, maka sungguh ini tindakan yang tidak manusiawi dan malah akan menambah kekhawatiran mahasiswa dan masyarakat akan kembalinya dwifungsi,” tuturnya.


Ia menegaskan bahwa tindakan represif aparat terhadap mahasiswa tidak bisa dibenarkan. Menurutnya, polisi seharusnya mengedepankan pendekatan persuasif ketimbang menggunakan kekerasan.


“Perlawanan adik-adik mahasiswa adalah spontanitas. Saya yakin tidak direncanakan. Maka bagaimana polisi dapat mendekati mereka untuk tidak destruktif dan merusak adalah hal yang sangat penting,” paparnya.


Demonstrasi adalah hak konstitusional

Wakil Ketua bidang Eksternal Komnas HAM Abdul Haris Semendawai juga menyoroti revisi UU TNI dan penanganan demonstrasi oleh aparat keamanan.


Menurutnya, demonstrasi merupakan hak yang dijamin oleh konstitusi dan tidak boleh direspons dengan kekerasan.


“Undang-undang memang mengatur hak menyampaikan pendapat di muka umum, dan demonstrasi tidak dilarang. Namun, demonstrasi juga harus dilakukan secara damai, tanpa kekerasan,” katanya.


Terkait penggunaan kekerasan oleh polisi terhadap demonstran, ia menegaskan bahwa tindakan tersebut hanya dapat dilakukan jika sudah melalui prosedur yang ditetapkan dan tidak boleh berlebihan.


“Jika terjadi ancaman yang membahayakan keamanan dan ketertiban atau jika demonstrasi menjurus ke arah anarki, aparat dapat menggunakan kekerasan yang terukur sesuai ketentuan undang-undang. Namun, kekerasan tersebut tidak boleh berlebihan atau eksesif,” jelasnya.


Ia juga mengecam tindakan aparat yang menghalangi ambulans dalam demonstrasi. “Dalam keadaan apa pun, termasuk dalam situasi perang, petugas medis yang benar-benar menjalankan tugasnya tidak boleh dihalang-halangi, apalagi mengalami kekerasan,” tegasnya.