Jakarta, NU Online
Ki Dalang Cahyo Kuntadi mengaku bangga mendapat undangan PBNU untuk mengisi peringatan harlah ke-95 NU dengan pementasan wayang kulitnya. Ia mementaskan lakon Jamus Kalimasada di Tugu Proklamasi, Jakarta, Sabtu (7/4) malam.
“Sebuah penghormatan, penghargaan yang sangat istimewa dan luar biasa bagi kami,” katanya ketika dihubungi NU Online dari Jakarta, soal pementasan tersebut, Senin (9/4).
Menurut Ki Cahyo, Nahdlaltul Ulama adalah salah satu organisasi Islam yang peduli dan mau merawat mengembangkan, menjaga NKRI dan juga kebudayaannya, termasuk wayang.
Ia mengaku sejak kecil, di desa kelahirannya, di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, telah mengenal NU. Bisa dikatakan penduduk di desanya beragama sebagaimana cara berpikir dan praktik seperti NU.
“Yang saya tahu hanya NU, karena lingkungan kami, yang ada hanya NU. Di situ saya merasakan kehidupan yang nyaman, enak, tidak ada permusuhan, perselisihan. Yang ada adalah saling menghormati dan menghargai,” ceritanya.
Pementasan wayang itu diawali dengan pidato Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj. Menurut dia, dalam Al-Qur’an Allah selalu menggunakan masal, perumpamaan, metafora.
“Misalnya suatu ayat disebutkan nyamuk, menggunakan laba-laba, tawon. Banyak sekali yang digunakan Allah yamg mengandung nilai-nilai filsafat kehidupan,” katanya pada kegiatan bertajuk mengangkat tema Menuju Satu Abad NU, Memperkokoh Ukhuwah Wathoniyyah (persaudaraan berdasar kebangsaan) untuk Indonesia yang Lebih Sejahtera.
Menurut pengasuh Pondok Pesantren Al-Tsaqofah Ciganjur, Jakarta Selatan ini, wayang merupakan cara menyampaikan ajaran melalui perumpamaan.
Bahkan disisipkan nilai-nilai ajaran Islam,” lanjutnya.
Pada pembukaan kegiatan tersebut, dihadiri Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan politisi senior Akbar Tanjung, para pengurus PBNU, dan Nahdliyin. (Abdullah Alawi)