Nasional

Komitmen BRG Pulihkan Ekosistem Gambut

Jumat, 27 September 2019 | 14:15 WIB

Komitmen BRG Pulihkan Ekosistem Gambut

Kepala Kelompok Kerja Perencanaan BRG, Nopiar (Foto: NU Online/A Rahman Ahdori)

Jakarta, NU Online
Kebakakaran hutan dan lahan gambut yang terjadi di Kalimantan, Sumatera, dan Riau beberapa waktu yang lalu membuat pilu bangsa Indonesia. Dampak buruk kebakaran hutan dan lahan gambut terus menyerang masyarakat. Bahkan, Malaysa menyalahkan Indonesia atas peristiwa lingkungan ini, karena dinilsi telah merugikan penduduk Malaysa. 
 
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada kebakaran itu, titik panas ditemukan di Riau sebanyak 58, Jambi (62), Sumatera Selatan (115), Kalimantan Barat (384), Kalimantan Tengah (513) dan Kalimantan Selatan (178). 
 
Kemudian luas lahan yang terbakar antara lain di Kalimantan Tengah tercatat seluas 44.769 hektare, Kalbar (25.900 ha), Kalsel (19.490 ha), Sumsel (11.826 ha), Jambi (11.022 ha) dan Riau (49.266 ha).
 
Peristiwa yang menghebohkan rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke tersebut menjurus pada keraguan masyarakat kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Badan Restorasi Gambut (BRG) terkait penyelesaian masalah kerusakan hutan dan lahan oleh koorporasi. 
 
Kepala Kelompok Kerja Perencanaan BRG, Nopiar, menjelaskan BRG tidak memiliki kewenangan untuk menyelesaikan masalah yang melibatkan hutan dan lahan gambut. Menuruutnya, seperti dengan nama lembaganya, BRG ditugaskan merestorasi atau memulihkan kawasan gambut yang terbakar. 
 
Ia mengatakan kebijakan pengolahan gambut telah diatur dalam Undang-Undang nomor 32 tahun 2009, Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2014 Jo PP 57 tahun 2016, Peraturan Presiden no 1 tahun 2016 dan Peraturan Menteri LHK dan Kepala BRG. Pada regulasi tersebut BRG hanya diberikan kewenangan memulihkan lahan-lahan gambut melalui pembasahan ekosistem gambut. 
 
"Kita diminta merencanakan kerja pemulihan gambut. BRG hanya merestorasi, makanya tidak punya hak untuk masuk pada persoalan kebakaran hutan dan lahan di kawasan gambut," kata Nopiar saat mengisi materi pada kegiatan peningkatan kapasitas media dalam mendukung pemantauan restorasi gambut di Gedung Multivision Tower, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (27/9) sore. 
 
Ia menjelaskan, BRG adalah lembaga nonstruktural yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden Republik Indonesia. BRG dibentuk pada 6 Januari 2016, melalui Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2016 tentang Badan Restorasi Gambut. 
 
BRG kata dia bekerja secara khusus, sistematis, terarah, terpadu dan menyeluruh untuk mempercepat pemulihan dan pengembalian fungsi hidrologis gambut yang rusak terutama akibat kebakaran dan pengeringan dengan daerah kerja adalah Provinsi Riau, Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan dan Provinsi Papua.
 
Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Kendi Setiawan