Jakarta, NU Online
Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU Dr. H. Rumadi Ahmad, MA menilai bahwa usulan untuk menggelar uji kualifikasi membaca Al-Qur’an pada capres-cawapres merupakan usulan berlebihan. Menurutnya, usul demikian tidak perlu diperbincangkan terlalu panjang sehingga menjadi bahan pembicaraan yang terlalu serius.
Pasalnya isu seperti ini merupakan bagian dari penggunaan agama sebaga komiditas politik. “Ini berlebihan. Tidak perlu urusan bisa baca Al-Qur’an atau tidak menjadi isu dalam Pilpres. Hal ini bertedensi politisasi agama,” ujar Rumadi pada NU Online, Kamis (3/1) .
Menurut Rumadi, ide tersebut merupakan konsekwensi penggunaan agama sebagai instrumen politik yang selama ini digunakan oleh kedua kubu, baik pendukung Jokowi maupun Prabowo. Padahal penggunaan isu agama seperti itu, lanjut Rumadi, tidak baik untuk perkembangan iklim demokrasi di Indonesia. Melalui isu agama, kedua kubu dan pendukungnya, berupaya menjatuhkan lawan politiknya.
“Sayangnya, hampir semua pendukung dua pasangan capres-cawapres menggunakan isu agama sebagai alat kampanye. Kedua kubu sekarang ini banyak menggunakan isu-isu keagamaan yg tidak terlalu sehat untuk demokrasi. Sayangnya tidak ada yang bisa mengendalikan. Mereka asyik saling berbalas untuk menjatuhkan lawan.
Oleh karena itu, ia meminta agar kedua kubu menghentikan penggunaan instrumen agama sebagai medium untuk melakukan kempanye politik yang bertujuan menjatuhkan orang lain. “Saya ingin mengingatkan keduanya, tidak perlu menggunakan agama jika bertendensi untuk menjatuhkan yang lain,” pungkasnya.
Penggunaan isu agama marak ditemukan beberapa waktu terakhir. Beberapa waktu sebelum usulan tes membaca Al-Qur’an muncul, terdapat isu keagamaan yang lain yang sempat dijadikan ‘alat kampanye’, seperti isu ‘memimpin sholat’ dan isu lain. (Ahmad Rozali)