Nasional RISET BLA JAKARTA

Larangan-larangan dalam 'Oendang-oendang Adat Krui'

Kamis, 26 Desember 2019 | 13:15 WIB

Larangan-larangan dalam 'Oendang-oendang Adat Krui'

Lahan pertanian dikelola dengan mempertimbangkan lingkungan termasuk penggunaan air (Foto: NU Online/Kendi Setiawan

Naskah Oendang-oendang Adat Krui menyebutkan adanya beberapa larangan (salah), yaitu salah kepada bumi, salah kepada air, salah kepada orang, salah kepada harta. 
 
Hal itu terungkap dalam hasil penelitian oleh para peneliti dari Balai Litbang Agama (BLA) Jakarta Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI pada tahun 2019. Peneliti dalam laporannya mengutip pada halaman 2 naskah tersebut.
 
"Pasal yang pertama pada menyatakan salah berapa perkara yang bernama salah jawab; adapun yang bernama salah itu empat perkara; pertama-tama salah kepada Bumi; kedua, salah kepada Air; ketiga, salah kepada Orang; keempat, salah kepada Harta. Adapun salah yang empat itu dijadikan lima, adapun salah yang lima itu; jawab, adapun nama salah yang lima itu tamak dengan namanya seperti salah di bumi adapun dendanya itu 50-lima puluh real; itulah hukumnya mula tersebut. Inilah Pasal Yang kedua perkara, adapun salah kepada Air tamak juwa namanya; adapun dendanya 50-lima puluh real, itulah hukumnya."
 
Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa pasal pertama Oendang-Oendang Adat Krui menyebutkan adanya beberapa larangan (salah), yaitu salah kepada bumi, salah kepada air, salah kepada orang, salah kepada harta.
 
Salah kepada Bumi
Menurut para peneliti, Al-Quran menyebutkan fungsi bumi bagi manusia sebagai tempat ia menetap (tinggal) dan sumber penghidupan 

ولقد مكناكم فئ الارض وجعلنا لكم فيها معاييش    
 
Artinya: Dan sungguh Kami telah menempatkan kamu di bumi dan Kami sediakan sumber penghidupan untukmu....... (QS: Al A’raf:10).
 
Hal di atas selaras dengan teori ekologi manusia dengan lingkungannya (Merchant 1996) yaitu manusia sebagai masyarakat adat berhak untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam yang ada di sekitarnya yang merupakan wilayah adatnya (hak ulayat), seperti: tanah,  air, tumbuh-tumbuhan dan hewan. 
 
Eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh manusia terhadap bumi (tanah) secara berlebihan yang didorong oleh nafsu serakah (tamak) akan menjerumuskan manusia melakukan kesalahan kepada bumi. Artinya, eksplorasi dan eksploitasi secara berlebihan dapat menghilangkan keseimbangan di bumi, hilangnya keseimbangan dapat memicu munculnya bencana alam. Eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan manusia dapat dibenarkan dalam batas untuk memenuhi kesejahteraannya.
 
Attawazun (menjaga keseimbangan) adalah merupakan karakter hukum Islam, Allah menyatakan dalam firman-Nya bahwa Ia tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan dan Ia tidak menyukai perbuatan yang melampaui batas. Kemampuan dan kesadaran spiritual untuk mengendalikan nafsu dengan cara tidak tamak (rakus) dapat menyelamatkan manusia untuk tidak melakukan perbuatan yang dapat menjerumuskan manusia kepada kesalahan yang dapat merusak ekosistem manusia dengan lingkungannya.
 
Syariat Islam tidak hanya sekedar mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan sesama manusia saja, melainkan syari’at juga mengatur hubungan manusia dengan lingkungan dan seluruh aspek kehidupannya. Dengan demikian keseimbangan dan keberlangsungan kehidupan dapat berjalan secara teratur. 
 
Salah kepada bumi dalam konteks Oendang-Oendang Adat Krui, lanjut peneliti rupanya terkait dengan transaksi kerja sama si pemilik lahan dengan penggarap. Hal itu ditegaskan pada pasal 29, "Inilah pasal yang kesembilan likur, jikalau memegang orang berbelah Sawah atau ladang jikalau tinggal di kerjanya atawa di rumputnya atawa tiada dijaganya dan tiada pedulikannya tiada boleh padi itu sebabnya melainkan orang itu punya uang itu tahu (d)adanya saja padi perbelahannya dan jikalau dianya sakit atawa mati tiada dimintak perbelahan itu jikalau dua perkara itu sebabnya tinggal kerjanya itulah adatnya orang berbelah adanya."
 
Pasal tersebut menjelaskan tentang pola kerja sama antara si pemilik lahan selaku pemodal (pihak pertama) dan penggarap (pihak kedua). Pihak pertama tidak diharuskan melakukan pembagian hasil jika pihak kedua tidak melaksanakan tugasnya dalam menggarap lahan tersebut. Lahirnya pasal ini untuk menghindari agar ketertiban dalam pola kerjasama seperti itu dapat berlangsung.

Abu Amar, menyebutkan salah satu transaksi ekonomi dalam Islam yang menurut peneliti mirip dengan konteks Oendang-Oendang Lampung adalah Al Mukhabarah atau pekerjaan orang yang mengelola (menggarap) bumi (lahan) si malik (pemilik lahan, dengan janji upah mendapatkan sebahagian barang yang keluar dari bumi itu, sedangkan bijinya (benih) dari pihak amil (penggarap). 
 
Salah kepada Air
Air merupakan kebutuhan vital bagi manusia dan makhluk hidup lainnya di muka bumi. Indonesia negara yang beriklim tropis karenanya keberadaan air relatif tidak menjadi masalah. Meskipun belakangan ini fenomena krisis air terutama air bersih sering kita jumpai. Aktifitas keseharian manusia banyak yang melibatkan air. Sebut saja mulai minum, memasak, mencuci, irigasi, industri sampai dengan untuk kepentingan pembangkit energi dan sarana rekreasi. 

Data historis yang menggambarkan pertumbuhan dan peradaban besar di muka bumi berlangsung di sekitar wilayah yang tidak jauh dengan sumber air. Misalnya Mesopotamia sebagai pusat peradaban tertua berada di antara dua aliran sungai besar yaitu sungai Euphrat dan sungai Tigris. Peradaban Mesir Kuno terkait dengan  Sungai Nil. Bahkan keberadaan kota-kota besar di dunia dewasa ini berada di sekitar aliran sungai yang difungsikan sebagai sarana transportasi, misalnya: Rotterdam, London, Paris New York dan lain-lain. 
 
Di dalam Islam air difungsikan sebagai sarana untuk bersuci (thaharah), dengan kata lain air termasuk salah satu unsur yang dapat menjamin keabsahan sebuah ibadah misalnya shalat. Berwudlu dan mandi junub adalah dua aktifitas bersuci yang menggunakan air. 
 
Tidak kurang dari 200  ayat yang di dalamnya terdapat kata الماء (air). Sejumlah ayat tersebut menjelaskan tentang berbagai fungsi air baik terkait dengan kebutuhan manusia maupun terkait dengan fenomena alam. Misalnya: asal mula kejadian manusia, penopang kehidupan makhluk hidup, sarana transportasi. Tidak hanya itu Allah juga menggambarkan bagaimana Allah Mengadzab hamba-Nya yang durjana dengan menenggelamkannya atau menghempaskannya dengan kekuatan air. Ummat Nabi Nuh, Fir’aun dan kaum Saba dan masih banyak ummat lainnya yang dimusnahkan dengan dahsyatnya air. Selain siksaan Allah juga memberi kabar gembira tentang indahnya taman di syurga yang dialiri dengan sungai yang jernih. 
    
Krisis Air dan Fenomena Global
Krisis air adalah istilah lain yang menggambarkan mengurangnya persediaan air untuk kebutuhan manusia. Ketika fenomena itu terjadi maka keberlangsungan kehidupan makhluk hidup dapat terancam. Hal tersebut mengingat fungsi air yang sangat vital bagi keberlangsungan kehidupan makhluk hidup. 
 
Apakah lahirnya Oendang-Oendang Adat Krui lahir karena pernah terjadi krisis air? Tidak ada informasi yang menggambarkan situasi itu, baik dari naskah tersebut maupun literatur yang lainnya. Namun bisa saja situasi itu pernah terjadi di Krui pada saat itu, karena fenomena krisis air bukan fenomena yang baru. Al-Quran menginformasikan pada masa Nabi Yusuf wilayah Mesir, Palestina dan sekitarnya pernah dilanda variabilitas iklim. Dan sekarang krisis air melanda negara-negara yang beriklim kering seperti: Sudan, Venezuela, Zimbabwe, Tunisia, dan Kuba.
 
Di Indonesia yang sering dijumpai adalah krisis air bersih yang layak untuk dikonsumsi. Biasanya hal ini terjadi di daerah lahan gambut, genangan airnya terlalu tinggi kadar asam organiknya. dan di daerah pesisir dan muara. Dangkalnya permukaan air di wilayah ini menyebabkan terjadinya intrusi atau limpahan air dari laut ke sumber-sumber air di wilayah muara dan pesisir. Krisis air bersih juga terjadi di wilayah urban yang padat penduduk. Padatnya penduduk serta intensifnya aktifitas melahirkan limbah yang pekat. Dengan keterbatasan lahan maka air yang tercemar limbah ini tidak dapat mengalir, maka air tersebut dengan rembesannya mencemari air tanah yang selama ini dikonsumsi oleh masyarakat. 

Penyebab krisis air dapat terjadi karena beberapa hal berikut ini: ketersediaan sumber daya air tawar yang semakin menipis, terjadinya kenaikan kebutuhan air karena pertumbuhan jumlah penduduk dan juga karena perubahan iklim yang dipengaruhi oleh pemanasan global. 
 
Krisis air global ini telah mendorong berbagai pihak melakukan langkah-langkah antisipasi untuk menghindari atau setidaknya meminimalisir agar krisis tersebut tidak terlalu patal. Para ahli merumuskan pada perubahan sikap dan tindakan yang dapat digolongkan kepada 3 (tiga) golongan yaitu: (1). Pengelolaan atau manajemen sumber daya air, (2). Perubahan prilaku konsumsi aie, (3). Teknologi baru penyediaan air bersih. Upaya-upaya tersebut harus dilakukan oleh semua pihak secara terintegrasi, dari mulai individu, masyarakat negara dan lembaga internasional. 
 
Bulan September 2010 PBB mendeklarasikan hak dasar atas air (right to water) dan sanitasi sebagai bagian dari hak azasi manusia (human rights), yaitu setiap individu berhak mendapatkan akses atas air yang aman untuk dikonsumsi (bersih) cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar (pribadi dan domestik) hidupnya (kira-kira 50 L/ kapita/ hari), deklarasi ini diikuti oleh 122 negara.  

PBB sebagai lembaga Internasional terbesar mendeklarasikan air sebagai bagian dari kebutuhan azasi setiap individu, sedangkan orang Krui sudah merumuskannya 200 tahun yang silam dalam mensikapi fenomena yang mungkin secara substantif sama yakni krisis air. Hal ini dapat dijadikan argumen sebenarnya fenomena alam bisa saja terjadi secara berulang-ulang. Tugas manusia adalah setidaknya meminimalisir resiko yang dilahirkan oleh sebuah fenomena alam. 
 
Islam sebagai syariat telah memberikan tuntunan agar manusia dapat terhindar dari bencana yang bisa muncul karena ulah manusia yang serakah (tamak), dalam Al-Qur'an sudah dijelaskan: ن لواستقاملوا على الطريقة لاسقيناهم ماء غدقا  وا
 
Artinya: Dan seandainya mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), niscaya Kami akan mencurahkan kepada mereka air yang cukup. (QS, Al Jin:16).
 
Butir kedua dari pasal pertama Oendang-Oendang Adat Krui membahas tentang hukuman atas prilaku  pelanggaran (salah) individu dalam memanfaatkan air. Secara teoritik sebuah aturan tidak lahir dalam ruang hampa. Dugaan peneliti kala itu mungkin fungsi air untuk masyarakat Krui disamping untuk kebutuhan rumahan ada kebutuhan air untuk kepentingan irigasi (pertanian), karena pada pasal 29 seperti dikutip di atas ada informasi yang menggambarkan kehidupan masyarakat Krui kala itu.  
 
Peneliti menduga teks ini konteknya adalah dengan pola masyarakat Krui kala itu dalam menggunakan air untuk kepentingan irigasi (pengairan pertanian), ini ada korelasinya dengan si penulis naskah ini yaitu Abdul Manaf orang Batu berak petani Pisang yang tinggal di kampung Kuniy. Itulah data penulis yang tercatat di halaman depan naskah. Apa yang ia tuliskan bisa jadi persoalan yang  ia hadapi atau persoalan yang sedang terjadi di sekitarnya. 
 
Subandi juga menyatakan hal yang sama dengan peneliti, menurutnya informasi tentang pasal 2 butir 'salah kepada air' sangat minim di dalam naskah ini. Menurutnya pasal ini terkait penertiban penggunaan air masyarakat Krui untuk kebutuhan pertanian seperti: sawah, ladang dan perikanan.
 
 
Editor: Kendi Setiawan