Nasional

LBH Ansor Nilai UU Cipta Kerja Bertentangan dengan Konstitusi Negara

Sabtu, 10 Oktober 2020 | 06:15 WIB

LBH Ansor Nilai UU Cipta Kerja Bertentangan dengan Konstitusi Negara

Sejak awal-awal perumusan RUU Omnibus Law UU Cipta Kerja ini juga telah menyampaikan kesiapan untuk membantu Pemerintah agar bersama-sama mendiskusikan dan dibuka ruang dialog dalam pembahasan, sebelum disahkan menjadi UU Cipta Kerja.

Jakarta, NU Online
Sejak awal perumusan Rancangan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor sudah melihat gelagat Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk tetap meloloskan peraturan yang dinilai banyak memuat pasal bermasalah ini.

 

"Bahkan kita sudah keluarkan pernyataan sikap LBH Ansor sejak awal karena kami memandang ini akan menimbulkan permasalahan yang sangat besar. Sudah jauh-jauh hari kami sudah coba mengingatkan pemerintah," jelas Ketua LBH Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor H Abdul Qodir, kepada NU Online melalui telepon, pada Jumat (9/10) petang.

 

LBH Ansor, lanjutnya, sejak awal-awal perumusan RUU Omnibus Law UU Cipta Kerja ini juga telah menyampaikan kesiapan untuk membantu Pemerintah agar bersama-sama mendiskusikan dan dibuka ruang dialog dalam pembahasan, sebelum disahkan menjadi UU Cipta Kerja pada Senin (5/10) lalu.

 

"Tapi sialnya Pemerintah dan DPR ini memang tidak mau melibatkan masyarakat dan tidak membuka partisipasi publik kepada masyarakat luas. Karena itu, kita bisa lihat, transparansinya sangat kurang dan sama sekali tidak ada akuntabilitas," Qodir menyayangkan.

 

Dijelaskan Qodir, LBH Ansor mengungkapkan rasa kekecewaan yang sangat besar atas disahkannya UU Cipta Kerja ini. Hal ini terbukti saat pengesahannya, ternyata terdapat banyak norma-norma atau aturan yang bertentangan dengan konstitusi negara. 

 

"Kami kecewa sejak awal. Sekarang terbukti kan, banyak norma yang di dalamnya memang banyak yang bertentangan dengan konstitusi kita di dalam prinsip-prinsip dasar kenegaraan kita seperti melanggar hak dasar masyarakat kita, terutama rakyat kecil. Itu kita sangat kecewa," lanjutnya.

 

Sebagaimana juga posisi dan sikap Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), LBH Ansor pun menolak keras UU Cipta Kerja ini. Sebab yang paling dirugikan dari diterbitkannya aturan ini, kata Qodir, adalah masyarakat kecil dan generasi bangsa di masa mendatang.

 

"(Dan) sebagian masyarakat kecil itu adalah warga NU. Itulah kenapa kami sangat kecewa. Ke depan, LBH Ansor berkomitmen untuk selalu terus melakukan pendampingan terhadap masyarakat sipil, aktivis, dan buruh dalam menyuarakan aspirasi menolak UU Cipta Kerja ini," jelasnya.

 

Sikap PBNU

Sebelumnya, pada Jumat (9/10) kemarin, PBNU telah mengeluarkan sikap terhadap UU Cipta Kerja yang dinilai bermasalah dan telah disahkan oleh Pemerintah dan DPR pada Senin (5/10) lalu, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

 

Dalam pernyataan sikap yang ditandatangani Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dan Sekretaris Jenderal PBNU H Ahmad Faishal Zaini itu memuat sembilan poin. Salah satunya, di poin kedua PBNU menyesalkan proses legislasi UU Cipta Kerja yang terburu-buru, tertutup, dan enggan membuka diri terhadap aspirasi publik.

 

Menurut pandangan PBNU, untuk mengatur bidang yang sangat luas dan mencakup 76 UU dibutuhkan kesabaran, ketelitian, kehati-hatian, dan partisipasi luas para pemangku kebijakan. 

 

"Di tengah suasana pandemi, memaksakan pengesahan undang-undang yang menimbulkan resistensi publik adalah bentuk praktik kenegaraan yang buruk," demikian pernyataan sikap resmi PBNU di dalam poin kedua.

 

Lebih lanjut, di poin ketiga PBNU mengungkapkan bahwa niat baik membuka lapangan kerja tidak boleh dicederai dengan membuka semua hal menjadi lapangan komersial yang terbuka bagi perizinan berusaha.

 

PBNU menyoroti sektor pendidikan yang semestinya tidak boleh dikelola dengan motif komersial murni karena termasuk hak dasar yang harus disediakan negara. Dengan demikian, PBNU menyesalkan munculnya Pasal 65 UU Cipta Kerja yang memasukkan pendidikan ke dalam bidang yang terbuka terhadap perizinan berusaha.

 

"Ini akan menjerumuskan Indonesia ke dalam kapitalisme pendidikan. Pada gilirannya pendidikan terbaik hanya bisa dinikmati oleh orang-orang berpunya," begitu poin ketiga pernyataan sikap resmi PBNU.

 

Klarifikasi pemerintah melalui Menaker RI Ida Fauziyah

Dalam galawicara Peci dan Kopi yang disiarkan langsung melalui Kanal Youtube 164 Channel, Menteri Ketenagakerjaan RI Ida Fauziyah menyebut bahwa proses penyusunan UU Cipta Kerja melibatkan serikat pekerja dan buruh.

 

Ida mengungkapkan, penyusunan draf UU tersebut melibatkan partisipasi publik melalui Focus Group Discussion (FGD). Katanya, dalam forum itu semua peserta berdiskusi terkait hal apa saja yang dianggap substansial dan harus dimasukkan ke RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan.

 

"Setelah selesai dibahas draf itu diberikan ke DPR untuk dilakukan pendalaman dan disahkan," kata Ida dalam galawicara yang dipandu Rozali Ahmad, pada Kamis (8/10) lalu.

 

Namun karena pada saat itu terjadi perdebatan hebat di masyarakat, UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan ditunda pembahasannya. Di waktu yang bersamaan, Kemnaker kembali bertemu dengan serikat pekerja dan buruh untuk melakukan review RUU Cipta Kerja.

 

"Kami duduk bersama. Di situ kami coba lihat kembali dan alhamdulillah forum berjalan kondusif. Jadi penilaian publik sudah kami lalui," kata Ida.

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan